Mimpi Pemilu Bersih dari Money Politic

Diary Warda
4 Min Read

Mimpi Pemilu Bersih dari Money Politic

Diary Warda
4 Min Read

ARTIKEL (dialogmasa.com)Pemilihan Umum sering dianggap sebagai pesta rakyat—sebuah momen lima tahunan yang seharusnya disambut dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Demokrasi, sesuai konsepnya, adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Namun, pertanyaannya adalah, pesta seperti apa yang dimaksud? Dan bagaimana pesta ini seharusnya berlangsung? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang memulai mimpi kita untuk Pemilu yang bersih.

Jika kita melihat sejarah, Pemilu pertama di Indonesia berlangsung pada tahun 1955. Banyak dari kita, termasuk penulis, tentu belum lahir pada masa itu. Meski begitu, kita tidak akan membahas Pemilu masa lalu, melainkan menyoroti Pilkada yang semakin dekat.

Saat ini, baliho, banner, dan spanduk sudah tersebar di mana-mana—di gang-gang, di pohon-pohon, bahkan di depan rumah tim sukses calon. Semua ini dilakukan untuk memperkenalkan para calon pemimpin kepada masyarakat. Meskipun alat peraga kampanye ini sering terlihat berserakan, menjelang masa tenang, petugas penyelenggara Pemilu akan menurunkannya.

Namun, sayangnya, Pemilu sering kali menjadi ajang “bagi-bagi rezeki” bagi sebagian calon. Beberapa orang mungkin menganggapnya sebagai bentuk sedekah atau sekadar uang transportasi bagi tim sukses yang telah mengikuti rapat konsolidasi.

Lalu, bagaimana dengan rakyat yang bukan bagian dari tim sukses? Mereka menunggu apa yang dikenal sebagai “serangan fajar”—sebuah istilah yang umum digunakan untuk menyebut pemberian uang atau barang menjelang hari pemilihan. Serangan fajar ini menyasar siapa saja, dari yang muda hingga tua, dari yang miskin hingga kaya, bahkan dari yang tidak terpelajar hingga yang berpendidikan.

Tidak dapat dipungkiri, setiap kali pemilihan berlangsung—dari tingkat desa hingga nasional—serangan fajar selalu menjadi topik pembicaraan yang hangat. Kita mungkin pernah bertanya-tanya, apa yang membuat para calon rela mengeluarkan begitu banyak uang untuk memberikan amplop, sembako, kaos, atau bahkan uang tunai senilai 50.000 hingga 100.000 rupiah? Fenomena ini seolah menunjukkan bahwa tidak ada yang gratis—semua ada harganya, dan di balik kebaikan tersebut tersimpan kepentingan politik dan kekuasaan.

Penulis pernah bermimpi bahwa suatu hari nanti, Pemilu bisa berlangsung tanpa praktik bagi-bagi amplop, tanpa serangan fajar, dan tanpa politik uang. Mungkin asas Pemilu yang dikenal dengan Luber Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil) perlu ditambahkan satu kata lagi: “Bersih.” Namun, kondisi ini sulit tercapai mengingat kesadaran kolektif masyarakat yang masih rendah. Sebagai seorang mantan aktivis mahasiswa, penulis merasa resah dengan fenomena ini karena yakin bahwa di balik semua janji manis tersebut tersembunyi kepentingan pribadi.

Saat ini, banyak konglomerat yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat dengan modal besar. Jika kita berpikir secara sederhana, untuk apa mereka rela mengeluarkan begitu banyak uang? Padahal, secara ekonomi, mereka bisa hidup lebih dari cukup tanpa menjadi pejabat. Tentu, ada kepentingan yang lebih besar dari sekadar pengabdian.

Pemilu 2024 menjadi contoh nyata di mana kader-kader ideologis partai tumbang, digantikan oleh sosok-sosok baru yang populer, seperti artis, atau mereka yang memiliki modal finansial besar seperti para konglomerat. Padahal, salah satu fungsi partai politik adalah melakukan kaderisasi untuk menciptakan iklim politik yang sehat, dengan mengajukan kader-kader terbaik yang telah ditempa di internal partai.

Akibatnya, pesta demokrasi yang seharusnya menjadi milik rakyat justru menjadi pesta bagi segelintir elite politik. Setelah terpilih, fokus utama mereka adalah bagaimana mengembalikan modal yang telah dikeluarkan selama masa kampanye atau bahkan mendapatkan lebih dari itu.

Pemilu bersih dari money politic tampaknya masih menjadi mimpi di siang bolong. Namun, penulis percaya bahwa jika masyarakat mulai sadar akan pentingnya revolusi dalam pelaksanaan Pemilu, sepuluh tahun ke depan atau lebih, kita mungkin bisa melihat Pemilu yang lebih baik dan lebih bersih dari praktik-praktik politik uang seperti yang kita saksikan hari ini.

Penulis: M. Nur Khamim

 

TAGGED:
Leave a Comment
error: Content is protected !!
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×