ARTIKEL (dialogmasa.com) – Bondowoso memiliki sejarah panjang yang diawali dengan kisah Raden Bagus Assra, putra dari Demang Walikromo pada masa pemerintahan Panembahan di bawah Adikoro IV, menantu Tjakraningrat dari Bangkalan. Demang Walikromo sendiri adalah putra dari Adikoro IV.
Pada tahun 1743, terjadi pemberontakan yang dikenal sebagai Pemberontakan Ke Lesap, yang ditujukan kepada Pangeran Tjakraningrat karena ia dianggap sebagai anak dari seorang selir. Pertempuran yang berlangsung di Desa Bulangan ini menyebabkan kematian Adikoro IV. Baru pada tahun 1750 pemberontakan ini berhasil dipadamkan dengan tewasnya Ke Lesap, dan kekuasaan pun dikembalikan kepada keturunan Adikoro IV, yakni Raden Tjokroningrat.
Namun, perebutan kekuasaan kembali terjadi, sehingga tampuk pemerintahan beralih ke tangan Tjokroningrat I, putra Adikoro III yang bergelar Tumenggung Sepuh, dengan R. Bilat sebagai patihnya.
Khawatir akan keselamatan Raden Bagus Assra, Nyi Sedabulangan, sang nenek, membawa cucunya tersebut melarikan diri mengikuti eksodus besar-besaran pengikut setia Adikoro IV menuju Besuki. Di sana, Assra kecil ditemukan oleh Ki Patih Alus, Patih Wiropuro, yang kemudian menampung dan mengajarkan ilmu bela diri serta ilmu agama kepadanya.
Saat usianya menginjak 17 tahun, Assra diangkat menjadi Menteri Anom dengan gelar Abhiseka Mas Astruno. Pada tahun 1789, ia ditugaskan untuk memperluas wilayah Besuki ke arah selatan. Sebelumnya, Assra telah menikah dengan putri Bupati Probolinggo.
Upaya memperluas wilayah ini akhirnya mengantarkannya pada sebuah daerah strategis yang kemudian dikenal sebagai Bondowoso. Pada tahun 1794, Assra diangkat menjadi Demang di wilayah baru tersebut dengan gelar Abhiseka Mas Ngabehi Astrotruno.
Perlahan namun pasti, Raden Bagus Assra berhasil mengembangkan wilayah Bondowoso, dan pada 17 Agustus 1819, yang bertepatan dengan hari Selasa Kliwon, 25 Syawal 1234 H, Adipati Besuki, R. Aryo, yang merupakan orang berpengaruh, mengusulkan agar wilayah Bondowoso dipisahkan dari Besuki.
Untuk memperkuat kekuasaannya, Gubernur Hindia Belanda mengesahkan wilayah Bondowoso sebagai Keranggan Bondowoso dan mengangkat Raden Bagus Assra atau Mas Ngabehi Astrotruno sebagai penguasa wilayah dan pimpinan agama.
Ia diberi gelar M. NG. Kertonegoro dan predikat Ronggo I, serta menerima Tombak Tunggul Wulung sebagai simbol kekuasaan. Masa pemerintahan Ronggo I berlangsung antara tahun 1819 hingga 1830, yang mencakup wilayah Bondowoso dan Jember.
Ronggo I wafat pada 11 Desember 1854 di Bondowoso dan dimakamkan di atas sebuah bukit kecil di Kelurahan Sekarputih, Kecamatan Tegalampel, yang kemudian dikenal sebagai makam keluarga Ki Ronggo Bondowoso. (Sumber:Pemkab)