PASURUAN (dialogmasa.com) – Polemik Yayasan Irsyadul Mubtadiin yang beralamat di Dusun Babatan, Desa Bakalan, Purwosari, yang digelar di Pengadilan Bangil pada Rabu (12/02) dan difasilitasi oleh mediator hakim, mengalami deadlock (tidak ada titik temu: red). Upaya menyelesaikan perkara antara kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan gagal. Maka, dipastikan proses hukum terkait penghentian pembangunan TK oleh warga akan berlanjut.
Lantas, apa penyebab gagalnya mediasi tersebut? Menurut keterangan Ahmad Soleh, pengacara tergugat Madin Irsyadul Mubtadiin, yang dikonfirmasi mengatakan bahwa penyebab gagalnya mediasi adalah karena kedua belah pihak, yaitu yayasan dan pengurus madin, saling bersikeras dengan argumen masing-masing.
“Mediator (hakim) menawarkan agar mediasi dilakukan di luar Pengadilan Pasuruan, yakni di kantor balai desa. Namun, pihak yayasan menolak dengan dalih bahwa mediasi sebelumnya sudah dilakukan,” jelas Soleh.

Meski tak ada titik temu dalam mediasi, Soleh mengaku tidak kecewa dan tetap menghormati hasil keputusan tersebut. Pihaknya juga telah menyiapkan bukti-bukti dalam proses persidangan selanjutnya. Ia juga mengingatkan bahwa dalam pertemuan sebelumnya, yang difasilitasi oleh Muspika di kantor Kecamatan Purwosari dan dihadiri oleh Kades, Ketua BPD, serta tokoh masyarakat, pihak tergugat juga tidak hadir.
Terpisah, Tatok, pengacara Yayasan Irsyadul Muhtadin, membenarkan bahwa mediasi memang tidak mencapai kesepakatan karena masing-masing pihak memiliki pendapatnya sendiri. Oleh karena itu, sidang lanjutan mengenai perkara perbuatan melawan hukum terkait penghalangan pembangunan TK, dengan agenda jawaban dari pihak tergugat, akan dilanjutkan kembali,” jelas Tatok.
Mashul, perwakilan wali santri Madin yang ikut dalam mediasi, merasa sangat kecewa dengan sikap tergugat, yakni yayasan, yang tidak mau menerima tawaran mediasi oleh mediator di luar pengadilan dengan alasan keamanan.
“Kami sangat kecewa. Kami berharap persoalan ini segera selesai agar kondisi lingkungan masyarakat kembali tenang dan rukun,” jelasnya.
Dia menambahkan bahwa dirinya, yang mewakili masyarakat, tidak ingin mencari menang atau kalah dalam proses ini. Sebab, baik penggugat maupun tergugat adalah keluarga yang tinggal dalam satu desa atau dusun.
(Abi/Wj)