MALANG (dialogmasa.com) – GKJW Lawang dan Gerakan Gusdurian Muda (GARUDA) Kota Malang menyelenggarakan peringatan haul gusdudur ke-15 dan menghadirkan berbagai yg tokoh lintas agama dan budaya di GKJW Lawang pada Minggu, (23/02/25).
Mengusung tema Menajamkan Nurani, Membela yang Lemah, haul ini menjadi momen refleksi atas perjuangan Gus Dur dalam menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, merawat keberagaman, dan membela kaum tertindas.
Musyawarah Pimpinan Kecamatan Lawang yang diwakili oleh Bapak Efendi menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya acara yang memperkuat kesatuan dan menghilangkan sekat-sekat perbedaan. Momentum ini mengingatkan bahwa kebersamaan dan toleransi adalah kunci dalam membangun kehidupan yang lebih baik.
Sih Kanyono, Koordinator GARUDA Malang, mengajak semua pihak untuk terus semangat dalam mewarisi keberagaman yang telah dijaga oleh para leluhur serta meningkatkan rasa persaudaraan antarsesama manusia.
Dialog lintas agama yang dipandu oleh Pendeta Gideon Hendro Buono, Direktur Institut Pendidikan Theologia (IPTh) Balewiyata GKJW, berlangsung tertib dan penuh makna. Beberapa tokoh yang turut berbicara dalam sesi ini antara lain:
Dr. Mohammad Mahpur, M,.Si. (Dosen Psikologi UIN Malang) mengapresiasi inisiatif Gusdurian dalam penyelenggaraan haul ini sebagai bentuk penghormatan terhadap Gus Dur sebagai simbol pluralisme dan toleransi di Indonesia.
Gus Aan Anshori (Koordinator Jaringan Islam Anti-diskriminasi Jawa Timur/Gusdurian Jombang) menekankan dua syarat utama untuk mewarisi nilai-nilai kemanusiaan Gus Dur: pertama, selalu berpikir bahwa setiap orang itu baik; kedua, setiap persoalan sosial harus diselesaikan melalui ilmu pengetahuan dan budi pekerti, bukan dengan pendekatan agama.
Samanera Kani (perwakilan agama Buddha) menyoroti peran Gus Dur dalam menjembatani kebersamaan antar umat beragama. Kegiatan haul ini dapat menjadi ajang silaturahmi antar umat beragama untuk saling mengenal.
Ibu Susi (perwakilan agama Baha’i) menyampaikan bahwa pemikiran Gus Dur selaras dengan ajaran Baha’i, yaitu memperjuangkan kesatuan umat manusia di tengah perbedaan. “Kita pada hakikatnya adalah satu saudara, dan perjalanan masih panjang untuk memanifestasikan pemikiran Gus Dur,” ujarnya.
Dwi Indrotito Cahyono, SH, MM (Ketua DPC GANN Malang Raya dan penasihat Penghayat Naluri Budaya Leluhur) menegaskan bahwa Gus Dur adalah inspirasi dalam membangun toleransi beragama. Menurutnya, perbedaan bukanlah pemecah, melainkan pemerkuat persatuan dan kesatuan.
Muji Soko (penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME) menekankan bahwa pemikiran Gus Dur sejalan dengan ajaran “Bersatu dalam perbedaan, berbeda dalam kebersamaan serta memancarkan rasa cinta kasih kepada sesama hidup tanpa memandang ras, suku, atau agama. Semua dirangkul seperti saudara sendiri dengan pedoman dunia adalah satu keluarga sehingga tidak perlu pertengkaran atau peperangan di bumi ini. “
Haul ini juga di hadiri perwakilan dari BEM Universitas Yudarta, Roni mengingatkan sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila, setiap individu memiliki hak untuk menjalankan ibadahnya secara bebas serta kewajiban untuk menghormati kebebasan beribadah orang lain, namun di realita tidak demikian.
Pdt. Jonathan Suitela, S.Si-Teol (Ketua Majelis Jemaat GPIB Mahkota Hayat, Pamekasan) menyoroti tantangan yang dihadapi umat Islam dalam memperjuangkan toleransi, karena konflik sering kali muncul justru dari internal umat sendiri. Menurutnya toleransi bergama hanya berlaku bagi masyarakat di kalangan elit. Agama merupakan komoditas yang paling mudah untuk di goncang di kalangan akar rumput menjadi konflik
Pdt. Sevi Niasari, S.Si.Teol (Pendeta GKJW Jemaat Lawang) memberikan tanggapan bahwa prasangka dan ketakutan akan penolakan masih menjadi hambatan utama dalam membangun relasi dengan mereka yang berbeda.
“Konflik yang masih terus terjadi karena kita masih di wilayah prasangka (seperti adanya ketakutan tertolak, tidak diterima dan menghadapi prasangka yang sudah terbentuk) sehingga belum mewakili kebenaran yang ada, hal ini menjadi hambatan untuk berelasi dengan yang berbeda.” Tandasnya.
Sebagai penutup, Dr. Mohammad Mahpur, M.Si., mengajak semua pihak untuk menindaklanjuti keberanian dalam mengubah prasangka di wilayah masing-masing. Haul Gus Dur harus menjadi ajang menyuarakan kebersamaan dan menjadi jembatan dalam merawat keberagaman.
“Kita sama-sama paham diantara beberapa hal atau kasus ketakutan yg dihadapi masih membutuhkan kehadiran kita dari berbagai variasi level. Haul gusdur mempunyai tanggung jawab untuk menindaklanjuti keberanian untuk mengubah prasangka di wilayah masing-masing menyuarakan kebersamaan. Harus ada anak bangsa yg bisa/berani menjembatani dan piawai berkomunikasi dengan keberagaman sebagai bentuk tanggung jawab.”
Acara di akhiri pembacaan doa secara syahdu dari perwakilan masing-masing agama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan YME mencerminkan Endahing Saduluran dan semangat persatuan yang diperjuangkan oleh Gusdur. (Fh/Wd)