PASURUAN (dialogmasa.com) – DWKasus dugaan korupsi dana hibah yang dikelola oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Salafiyah Kejayan, yang sedang ditangani serius oleh pihak Kejaksaan lantaran ada potensi merugikan keuangan negara, semakin jelas.
Dalam sidang lanjutan yang digelar di PN Tipikor Surabaya, Rabu (23/4/2025) sore, posisi terdakwa Bayu Putra Subandi (BPS) semakin tersudutkan.
Dugaan bahwa BPS, yang menjabat sebagai bendahara Forum Komunikasi PKBM, menikmati uang hasil korupsi dana PKBM ini semakin tercium kuat. Hal ini terungkap setelah 13 saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) membuka fakta demi fakta.

Ketiga belas saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan tersebut merupakan para ketua atau pengurus aktif PKBM yang ada di Kabupaten Pasuruan, dan mereka merupakan penerima dana bantuan operasional.
Fakta yang diungkap sangat mengejutkan. Ketigabelas saksi kompak menyatakan bahwa ada uang yang dikumpulkan di Forum Komunikasi (FK) PKBM.
Setiap PKBM yang tergabung dalam FK PKBM diwajibkan menyetorkan “upeti” setelah dana bantuan operasional cair ke rekening masing-masing PKBM.
Besaran “upeti” yang disetorkan memang beragam. Ada yang sebesar 5 persen, ada juga yang 10 persen. Anehnya, para saksi tidak mengetahui alasan perbedaan besaran setoran di setiap PKBM.
Apakah karena perbedaan jumlah bantuan operasional atau karena faktor lain, belum diketahui pasti. Yang jelas, uang itu diklaim oleh pengurus FK PKBM sebagai uang operasional.
Kebetulan, posisi terdakwa BPS dalam FK PKBM sangat strategis. Ia menjabat sebagai bendahara FK PKBM, yang berarti berwenang menerima uang setoran dari PKBM.
Para saksi menyebut, 5–10 persen setoran itu diambil dari total bantuan yang diterima PKBM. Misalnya, bila menerima bantuan sebesar Rp2 miliar, maka 5–10 persen dari jumlah tersebut wajib disetorkan.
Mirisnya, uang yang disetorkan itu merupakan dana bantuan operasional yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan para peserta didik dalam program ini.
Namun, uang negara yang diperuntukkan bagi peserta didik itu ternyata disunat lebih dulu dan diduga digunakan untuk kebutuhan lain.
Uang tersebut dibagikan kepada pihak-pihak yang seharusnya tidak berhak menerimanya, tidak sesuai dengan juklak atau juknis pendistribusian bantuan ini.
Para saksi juga dengan tegas menyebut bahwa setoran tersebut diserahkan kepada BPS dan dua orang lainnya, yakni Adi Purwanto dan M. Najib, sebagai Ketua dan Sekretaris FK PKBM.
Sayangnya, para saksi tidak mengetahui pasti uang yang terkumpul dari setoran PKBM itu digunakan untuk apa dan bagaimana pendistribusiannya.
Menurut para saksi, selama hal ini terjadi, tidak pernah ada transparansi atau keterbukaan terkait penggunaan uang yang didapat dari masing-masing PKBM.
Yang jelas, para pengurus FK PKBM berdalih bahwa uang itu akan digunakan untuk operasional kegiatan FK PKBM atau kebutuhan Dinas.
Namun, para saksi merasa tidak pernah ada kegiatan konkret dan faktual yang dilakukan dengan menggunakan uang setoran dari anggota FK PKBM.
Totalnya fantastis. Saksi menyebut uang yang terkumpul dari masing-masing PKBM mencapai Rp1 miliar, dan hal itu tidak dibantah oleh terdakwa.
JPU Reza Edi Putra mengaku, pihaknya akan mendalami dan menelaah secara cermat apa yang terungkap dalam fakta persidangan ini. Apakah uang tersebut dinikmati sendiri atau ada pihak lain yang ikut menikmati juga.
“Jika ada alirannya, kami akan dalami lagi ke mana saja. Jika tidak, ini bukti bahwa terdakwa juga ikut menyalahgunakan uang setoran untuk FK PKBM,” katanya. (Abi/Wj)