Pergundikan dan Lahirnya Golongan Indo di Indonesia

Diary Warda
3 Min Read

Pergundikan dan Lahirnya Golongan Indo di Indonesia

Diary Warda
3 Min Read

SEJARAH, DIALOGMASA.com – Sejak dihapuskannya perbudakan di tahun 1860, memelihara gundik menjadi pilihan bagi laki-laki kulit putih yang hidup sendirian di Hindia Belanda. Apalagi sebelum dibukamya Terusan Suez, keberadaan perempuan Eropa di Tanah Hindia terbilang sedikit mengingat panjangnya perjalanan yang harus dilalui. Maka, untuk mengurusi kebutuhannya, para lelaki kulit putih mengambil perempuan setempat untuk dijadikan nyai dan menjalani pergundikan.

Meskipun praktek pergundikan di mata masyarakat pribumi dianggap bertentangan dengan norma yang berlaku, tetapi di kalangan orang Eropa, pergundikan dipandang sebagai hal wajar bahkan sangat dianjurkan. Selain mengambil secara langsung perempuan lokal sebagai nyai, praktek pergundikan juga bisa dilakukan melalui perjodohan. Biasanya, keluarga kulit putih akan menyiapkan seorang nyai untuk anak laki-lakinya.

Dengan memiliki gundik atau seorang nyai, setidaknya ada keuntungan yang didapat lelaki Eropa seperti keteraturan hidup, menjauhkan mereka dari pelacuran serta minuman keras. Keberadaan seorang nyai di rumah juga membuat sang tuan lebih mengenal adat-istiadat yang berlaku di kalangan pribumi. Di samping itu, menjalani pergundikan juga dianggap sebagai cara menuju hubungan ideal dengan perempuan Eropa karena bagaimanapun menikah dengan perempuan kulit putih tetap menjadi prioritas utama bagi para lelaki kulit putih.

Hal ini terutama dilakukan mereka yang sudah mapan dalam hal karier atau finansial. Para lelaki ini biasanya akan kembali ke Eropa untuk mencari calon istri. Jika telah menikah, si istri akan dibawa ke Hindia Belanda. Sementara nasib nyai berakhir tragis karena diusir dari rumah.

Praktek pergundikan yang dilakukan lelaki kulit putih dan nyai ini menghasilkan keturunan atau anak berdarah campuran (Indo) yang berkulit gelap dari sang ayah. Mereka memakai nama ala Eropa. Kebanyakan dari mereka lahir dari lapisan kalangan menengah.

Jika bernasib mujur karena sang ayah berasal dari kalangan berada, anak-anak Indo ini akan dididik dengan baik oleh ayah mereka dengan mendatangkan seorang guru berkulit putih. Tujuannya, agar anak-anak lancar berbahasa Belanda. Terpenting dari itu, mencegah mereka menjadi makin pribumi karena secara kehidupan sosial anak-anak Indo ini lebih ke arah pribumi.

Namun, terlepas dari hal tersebut, keberadaan nyai yang pernah merwarnai sejarah Indonesia sehingga melahirkan golongan Indo ini membuat para nyai ini disebut-sebut sebagai “ibu” dari orang-orang Indo-Eropa. (DS)

Referensi
Reggie Baay, (2017), Nyai & Pergundikan di Hindia Belanda , Depok: Komunitas Bambu.

Leave a Comment
error: Content is protected !!
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×