OPINI, DIALOGMASA.com – Dalam sebulan terakhir, lebih dari empat orang mendatangi saya dengan satu harapan: Dicarikan pekerjaan.
Yang pertama, seorang pemuda lulusan kuliah, menganggur dan gelisah. Lalu, seorang remaja yang pernah kerja di pabrik namun kini berhenti dan tak tahu harus melangkah ke mana. Datang juga lelaki 40-an tahun, sebut saja namanya Sutris (bukan nama asli), ayah dari beberapa anak yang biasa berjualan jajanan. Kini usahanya sepi, dan ia mulai kehilangan harapan.
Yang paling menyentuh, lelaki yang sudah lama menganggur sekaligus lama menyandang status duda. Ia bercerita, perpisahannya dulu juga karena alasan ekonomi. Ia menatap saya dan berkata pelan, “Duh, kok sulit sekali ya cari kerja?” Sebut saja namanya Udin. Dan selain mereka masih ada perempuan dengan tugas ganda yang juga sulit mendapatkan kerja meski bisa masak dan menjahit.
Saya merenung. Apakah pemerintah tidak menciptakan lapangan kerja?
Nyatanya, pemerintah bukan pemberi pekerjaan. Ia adalah pelayan masyarakat—memberi akses, fasilitas, dan dukungan. Mulai dari sekolah, pelatihan di BLK, surat kuning, hingga membuka pintu bagi investor dan menyiapkan peta jalan link-and-match antara industri dan dunia pendidikan.
Namun satu hal yang harus disadari: pemerintah tidak bisa menjamin tiap warga pasti dapat kerja. Pemerintah tidak menggaji rakyatnya.
Lalu kenapa tetap banyak yang kesulitan?
Saya menemukan jawabannya pada satu kalimat yang sering kita abaikan: karena kita belum bisa jual diri.
Kata “jual diri” di sini bukan dalam makna negatif. Tapi dalam pengertian: mampu mengenali dan menawarkan apa yang kita bisa, kita tahu, dan kita punya—kepada mereka yang membutuhkan.
Tuhan menciptakan manusia dengan keahlian berbeda-beda. Ada yang pandai menjahit, membuat makanan, menyanyi, menulis, berdagang, atau sekadar mendengar dengan tulus. Ragam keahlian itu bukan untuk disimpan. Tapi dibagikan. Dijual. Ditawarkan.
Dan inilah hukum dasar ekonomi: tidak ada uang yang dicari—uang itu dihasilkan.
Dihasilkan dari tukar-menukar antara solusi dan kebutuhan.
Jika seseorang bisa membuat makanan, lalu ada orang lain yang lapar—terjadilah transaksi.
Jika seseorang paham hukum, lalu ada orang lain yang butuh nasihat hukum—terjadilah transaksi.
Jika seseorang jago mendesain, lalu ada pebisnis yang butuh logo atau visual branding—terjadilah transaksi.
Itulah arti pekerjaan. Ia bukan sesuatu yang diberi. Tapi hasil dari pertukaran solusi.
Banyak orang punya skill, tapi tidak tahu bagaimana memperkenalkannya. Tidak tahu bagaimana membungkus keahliannya menjadi sesuatu yang layak dibeli. Mereka bisa memasak enak, tapi tidak pernah menjual. Mereka pintar bicara, tapi tidak pernah menjadi pembicara.
Jadi, bukan tidak bisa. Tapi tidak terbiasa menjual dirinya sendiri.
Seseorang yang minta pekerjaan sebenarnya bukan mencari kerja, tapi ingin diberi uang secara rutin. Padahal, dari sisi perusahaan, menggaji orang adalah beban. Maka, saat mereka mencari tenaga kerja, yang mereka butuhkan adalah solusi untuk pekerjaan yang belum selesai.
Jika kamu datang dengan keahlian menjawab kebutuhan itu, kamu dibayar. Jika tidak, maka kamu bukan solusi, hanya beban baru.
Mindset ini yang belum banyak ditanamkan.
Bahwa pekerjaan bukanlah tempat. Pekerjaan adalah proses. Pekerjaan adalah pertukaran solusi.
Bahwa gaji bukan hak dasar. Gaji adalah hasil dari kontribusi nyata.
Bahwa semua orang bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
Tuhan telah menyediakan semuanya: kemampuan dalam diri, sumber daya di sekitar, serta peluang dalam bentuk kebutuhan orang lain. Tinggal bagaimana kita menjual diri—menemukan kelebihan, mengasahnya, lalu menawarkannya ke dunia.
Dan kepada negara, terutama institusi pendidikan, sudah saatnya pelajaran mentalitas, logika berpikir, dan literasi ekonomi diperkuat. Anak-anak muda harus paham bahwa pekerjaan itu tidak tersedia, tetapi harus diciptakan—melalui pengetahuan atas diri dan keberanian untuk menjual dirinya.
Jika Anda merasa siap untuk bekerja, maka bersiaplah juga untuk menjual diri. Karena tak ada yang benar-benar “diberi pekerjaan”—yang ada hanya pertukaran solusi.
Dan hanya mereka yang berani menjual dirinya yang akan dibeli oleh dunia.
Oleh: Abdul Ali – Wartawan Dialog Masa