Dinamika UKM di Pasuruan dan Jawa Timur: Dari Bordir Tradisional hingga Inovasi Digital

gayuh
5 Min Read

Dinamika UKM di Pasuruan dan Jawa Timur: Dari Bordir Tradisional hingga Inovasi Digital

gayuh
5 Min Read

Menakar Ulang Peran UKM dalam Perekonomian Daerah

SUDUT PANDANG, DIALOGMASA.com – Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan tulang punggung perekonomian nasional, termasuk di Jawa Timur. Data Dinas Koperasi dan UKM Jawa Timur tahun 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 9 juta pelaku UKM berperan dalam menyerap tenaga kerja dan menjaga kestabilan ekonomi daerah. Di tengah guncangan global dan percepatan digitalisasi, sektor ini terbukti paling tangguh.

Pasuruan menjadi contoh menarik. Kota ini dikenal sebagai salah satu sentra UKM bordir yang mampu bertahan lintas generasi. Deru mesin bordir di rumah-rumah warga menjadi simbol ketekunan dan kreativitas. Dari ruang kecil itulah lahir karya-karya yang bukan hanya bernilai ekonomi, tetapi juga menyimpan nilai budaya dan kebanggaan daerah.

Namun, di balik ketahanan itu, terdapat tantangan besar. Banyak pelaku UKM bordir masih menghadapi keterbatasan modal, kesulitan adaptasi terhadap teknologi digital, serta minimnya kemampuan manajemen dan pemasaran. Ketika perubahan pasar berjalan cepat, sebagian masih terjebak dalam pola lama yang tidak lagi relevan dengan perilaku konsumen modern.

Transformasi Digital dan Daya Saing: Perspektif Manajemen

Dari sudut pandang manajemen strategis, keberhasilan UKM dalam bertahan dan berkembang sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka mengelola sumber daya yang unik dan sulit ditiru. Ini sejalan dengan konsep Resource-Based View (Barney, 1991), yang menyebutkan bahwa keunggulan kompetitif perusahaan bersumber dari kapabilitas internal yang bernilai, langka, dan sulit digantikan.

Pada konteks UKM di Pasuruan, sumber daya itu bisa berupa keterampilan bordir tradisional, relasi sosial yang kuat antar pelaku usaha, dan reputasi produk lokal yang telah melekat di benak konsumen. Tantangannya adalah bagaimana kemampuan tersebut dikombinasikan dengan sumber daya baru seperti teknologi digital, desain modern, dan strategi pemasaran daring.

Proses ini membutuhkan waktu dan pendampingan. Berdasarkan Innovation Diffusion Theory (Rogers, 2003), adopsi inovasi tidak terjadi serentak, tetapi melalui tahapan: pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi. Banyak UKM berada di tahap awal — mereka tahu pentingnya digitalisasi, namun belum memiliki kapasitas untuk menerapkannya secara efektif.

Kolaborasi Triple Helix sebagai Katalis Transformasi

Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, transformasi UKM memerlukan kolaborasi lintas sektor. Konsep Triple Helix yang dikemukakan Etzkowitz dan Leydesdorff (2000) menegaskan pentingnya sinergi antara akademisi, pemerintah, dan dunia usaha dalam membentuk ekosistem inovasi yang berkelanjutan.

Kampus memiliki peran strategis sebagai pusat pengetahuan dan riset. Melalui kegiatan kuliah kerja nyata tematik, pendampingan berbasis riset, dan program kewirausahaan mahasiswa, perguruan tinggi dapat menjadi agen perubahan bagi UKM lokal. Pemerintah daerah, di sisi lain, harus hadir sebagai fasilitator kebijakan dan penyedia infrastruktur digital. Sementara pelaku usaha menjadi laboratorium nyata tempat inovasi diuji dan dimatangkan.

Model kolaboratif seperti ini tidak hanya memperkuat kapasitas UKM, tetapi juga menumbuhkan kesadaran baru bahwa UKM bukan sekadar penggerak ekonomi rakyat, melainkan ujung tombak kemandirian bangsa.

Refleksi: Dari Pasuruan untuk Jawa Timur

Menulis tentang UKM sejatinya bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang nilai-nilai kemanusiaan di baliknya. Setiap produk lokal lahir dari kerja keras, kesabaran, dan doa. Dari ruang-ruang bordir di Pasuruan, kita belajar bahwa daya saing tidak selalu berasal dari teknologi tinggi, tetapi dari semangat untuk terus belajar dan beradaptasi.

Kedepan, tantangan terbesar bagi UKM bukan sekadar bersaing di pasar digital, tetapi menjaga jati diri dalam arus perubahan. Di sinilah peran para pendidik, peneliti, dan pemimpin di institusi pendidikan dan pemerintah menjadi penting—menginspirasi pelaku usaha agar melihat perubahan bukan sebagai ancaman, melainkan peluang untuk tumbuh dan berinovasi.

“Di balik setiap produk lokal, ada pengetahuan, kerja keras, dan harapan agar bangsa ini berdiri tegak di atas kemandirian rakyatnya sendiri.”

Urip iku Urup. Setiap kata adalah cahaya. Semoga catatan kecil ini menjadi sedekah yang menyalakan kebaikan bersama.

Tulisan ini merupakan bagian dari refleksi akademik dan kepedulian terhadap geliat ekonomi kreatif di daerah, sejalan dengan semangat Fakultas Hukum dan Bisnis ITB Yadika Pasuruan dalam membangun ekosistem kewirausahaan yang inovatif, kolaboratif, dan berdaya saing.

Salam hangat dan hormat.

Dr. Agus Andi Subroto
Dekan FHB ITB Yadika Pasuruan.
Surabaya, 11 November 2025

Leave a Comment
error: Content is protected !!
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×