PASURUAN (dialogmasa.com) – Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi mengumumkan perang dagang pada Rabu, 2 April 2025.
Langkah ini disebut-sebut sebagai upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri Amerika Serikat. Salah satu kebijakan utama yang diterapkan adalah reciprocal tariffs atau tarif timbal balik, di mana AS mengenakan tarif impor terhadap barang yang masuk ke negara tersebut.
Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak langsung oleh kebijakan ini. Pemerintah Amerika menetapkan tarif impor sebesar 32% terhadap sejumlah barang dari Indonesia.
Produk-produk yang dikenai tarif tersebut antara lain mesin dan perlengkapan elektronik, pakaian dan aksesorisnya (baik rajutan maupun bukan), alas kaki, lemak dan minyak hewani/nabati, karet dan produk turunannya, perabotan, alat penerangan, ikan dan udang, serta olahan dari daging dan ikan.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, melalui akun Instagram pribadinya pada Kamis (3/4/2025), menyatakan bahwa kebijakan tersebut pasti berdampak bagi Indonesia.
“Kalau tarif 32% naik di Amerika, barang buatan Indonesia jadi mahal. Kalau mahal, pembelinya menurun. Kalau permintaan turun, produksi di Indonesia juga ikut menurun. Ini bisa menimbulkan efek domino. Bukan hanya ekonomi Amerika yang terganggu, tapi Indonesia juga,” tulis Rieke.
Ia menambahkan bahwa penurunan produksi dapat menyebabkan pengurangan tenaga kerja, bahkan kemungkinan tutupnya beberapa pabrik. Hal ini menurutnya berpotensi mempengaruhi ekonomi masyarakat secara luas.
“Lebaran sudah selesai, saatnya bekerja. Meskipun masih suasana libur, keputusan Amerika ini harus segera direspons pemerintah,” tegasnya.
Sementara itu, pelaku usaha di Pasuruan turut angkat bicara. Kusnadi, seorang pengusaha rempah, menyatakan bahwa tekanan perdagangan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.
“Harus siap dengan segala risiko. Pemerintah dan pedagang mesti punya alternatif pasar, supaya produksi tetap berjalan. Ini penting, baik untuk eksportir skala besar maupun kecil,” ujarnya.
Langkah-langkah antisipatif dari pemerintah dinilai penting untuk menjaga keberlangsungan ekspor nasional dan mengurangi dampak dari gejolak ekonomi global akibat perang dagang ini. (AL/WD)