ARTIKEL, DIALOGMASA.com – Saat ini, profesi guru jadi salah satu topik yang hangat dibicarakan. Tetapi, tidak sedikit yang belum memahami dengan jelas apa tantangan yang dihadapi oleh seorang guru, khususnya guru honorer. Secara umum, guru diklasifikasikan menjadi 2, yaitu Guru PNS/ASN dan Guru Honorer.
Meski sama-sama punya dedikasi untuk mencerdaskan anak bangsa, tetapi ada ketimpangan yang terjadi antara Guru PNS/ASN dengan Guru Honorer. Guru honorer di sekolah swasta maupun negeri seringkali bekerja dalam kondisi yang sulit.
Meskipun guru honorer telah menunjukkan dedikasi yang sama dengan PNS/ASN, tetapi keberadaannya seringkali diabaikan oleh pemerintah. Hal ini jadi pemicu ketidakstabilan pengakuan finansial dan profesionalisme yang berdampak terhadap kesejahteraan guru honorer.
Mirisnya, jika dibandingkan dengan rekan-rekan guru ASN, guru honorer seringkali mendapatkan upah minimum dan tidak menerima jaminan sosial atau pensiun. Hal ini jadi salah satu tantangan bagi guru honorer dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
Berdasarkan PP No 48 Tahun 2005 membahas tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Sipil. Pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh pejabat pada suatu instansi pemerintah dan penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sedangkan guru honorer yang belum jadi PNS masih diangkat oleh kepala sekolah atau lembaga dan penghasilannya dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Aturan pengangkatan guru honorer menjadi guru negeri jadi tantangan tersendiri karena didasari oleh usia dan masa kerja. Hal ini telah diatur dalam PP No 48 Tahun 2005 Pasal 3 Ayat 2 yang berisi:
- Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan mempunyai masa kerja 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara terus menerus.
- Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 20 (dua puluh) tahun secara terus menerus.
- Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 40 (empat puluh) tahun dan mempunyai masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 10 (sepuluh) tahun secara terus menerus.
- Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun dan mempunyai masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 5 (lima) tahun secara terus mener
Jika guru honorer belum memenuhi persyaratan usia dan masa kerja, maka kondisinya akan tetap sulit untuk mendapat kesetaraan kesejahteraan.
Selain PP tersebut, ada peraturan lain yang juga jadi dasar kebijakan dalam Pengangkatan Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer menjadi ASN, yaitu:
- UU No. 5 Tahun 2014
- UU No. 9 Tahun 2020
- PP No. 49 Tahun 2018
- Permen PANRB No. 70 tahun 2020
- Permendikbud Nomor 8 tahun 2017
Dari berbagai aturan yang ada, untuk menjadi guru negeri harus mematuhi perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. (IF/WD)