Dari Pangreh Praja hingga Profesional: Menelisik Wajah Baru ASN Indonesia

gayuh
4 Min Read

Dari Pangreh Praja hingga Profesional: Menelisik Wajah Baru ASN Indonesia

gayuh
4 Min Read

ARTIKEL, DIALOGMASA.com – Di balik seragam rapi dan gaji tetap setiap bulan, keberadaan Aparatur Sipil Negara (ASN) menyimpan segudang cerita dan pertanyaan. Dianggap sebagai “abdi negara”, sebagian masyarakat memujanya sebagai pekerjaan ideal. Namun, tak sedikit pula yang mempertanyakan: benarkah ASN—dengan sejarah panjangnya—masih relevan di era digital yang menuntut kecepatan dan inovasi?

Untuk menjawab itu, kita perlu menelusuri kembali definisi, sejarah, serta dinamika yang membentuk wajah birokrasi Indonesia hari ini.


Apa Itu ASN? Pilar Penyelenggara Negara

ASN merupakan profesi bagi pegawai yang bekerja di instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 (penyempurnaan dari UU No. 5 Tahun 2014), ASN memiliki tiga fungsi utama:

  1. Pelaksana Kebijakan Publik
    Menjalankan undang-undang serta peraturan yang ditetapkan lembaga legislatif dan eksekutif.
  2. Pelayan Publik
    Memberikan layanan profesional, berkualitas, dan adil kepada seluruh lapisan masyarakat.
  3. Perekat dan Pemersatu Bangsa
    Menjadi simbol kehadiran negara dan menjaga keutuhan NKRI melalui kebijakan yang merata di seluruh wilayah.

Jejak Sejarah: Dari Pangreh Praja ke ASN Profesional

Birokrasi Indonesia mengalami evolusi panjang, berikut beberapa fase penting:

Era Kolonial: Pangreh Praja
Cikal bakal birokrasi Indonesia berasal dari sistem kolonial Belanda (Binnenlandsch Bestuur). Pegawai pribumi kala itu dikenal sebagai Pangreh Praja, yang melayani kepentingan kolonial, bukan rakyat. Struktur sangat feodal dan hierarkis.

Era Kemerdekaan dan Orde Lama
Setelah 1945, struktur kolonial diwarisi dan diadaptasi menjadi birokrasi nasional. Fokus utamanya adalah nasionalisasi dan pembangunan identitas ASN sebagai bagian dari negara merdeka.

Era Orde Baru: Monoloyalitas
ASN disatukan dalam Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) dan diwajibkan setia pada pemerintah. Batas antara aparatur negara dan alat kekuasaan menjadi kabur.

Era Reformasi: Profesionalisme dan Netralitas
Reformasi menuntut pemisahan birokrasi dari politik. Lahirnya UU ASN (2014, disempurnakan 2023) menandai transformasi besar: netralitas politik, sistem merit, dan pembagian ASN ke dalam dua jenis status kepegawaian.


Dua Wajah ASN: PNS dan PPPK

Reformasi birokrasi menghadirkan dua kategori ASN:

  1. Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Status: Pegawai tetap dengan NIP nasional.

Karier: Mengisi jabatan strategis dan jangka panjang, baik struktural maupun fungsional.

Jaminan: Gaji, tunjangan, fasilitas, serta jaminan pensiun dan hari tua.

  1. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)

Status: Kontrak kerja sesuai masa dan kebutuhan instansi.

Karier: Fokus pada jabatan fungsional seperti guru, tenaga kesehatan, dan ahli digital.

Jaminan: Gaji dan tunjangan setara PNS, namun tanpa jaminan pensiun.


Antara Prestise dan Kritik: Citra ASN di Mata Publik

Profesi ASN sering dipandang sebagai simbol stabilitas dan masa depan cerah. Tak heran, menjadi ASN masih menjadi impian banyak orang tua untuk anak-anak mereka.

Namun, kritik juga terus berdatangan. Salah satunya datang dari warganet Roy Syahputra melalui platform Quora (2022), yang mengkritik minimnya kompetensi digital di kalangan ASN, serta ketimpangan insentif.

“Ngapain gaji segitu kalau bisa digaji lebih besar di tempat lain dengan kompetensi yang dimilikinya? Orang kompeten umumnya lebih memilih bekerja di tempat yang lebih menghargai keahlian mereka.”

Pernyataan ini mencerminkan tantangan besar: apakah sistem penggajian dan pengembangan ASN sudah cukup menarik bagi talenta terbaik bangsa, khususnya di bidang-bidang teknis yang saat ini sangat dibutuhkan?


Tantangan ASN Masa Kini: Dari Zona Nyaman ke Agen Perubahan

ASN bukan sekadar profesi birokratis. Ia adalah wajah negara yang hadir di setiap sudut Indonesia. Namun, agar tetap relevan, ASN harus menjadi motor penggerak perubahan—berorientasi pada kinerja, inovasi, dan profesionalisme.

Dari warisan kolonial ke era digital, ASN Indonesia terus berkembang. Tapi pertanyaannya kini adalah: mampukah ASN meninggalkan zona nyaman dan tampil sebagai birokrat modern yang adaptif dan berdaya saing tinggi? (Red)

Leave a Comment
error: Content is protected !!
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×