OPINI, DIALOGMASA.com – Fatwa haram yang dikeluarkan oleh ulama beberapa waktu lalu terhadap penggunaan sound horeg telah menimbulkan berbagai reaksi. Sebagian menilainya terlalu keras, bahkan dianggap mengancam mata pencaharian para pelaku seni hiburan rakyat. Namun bagi saya, fatwa ini bukan pelarangan mutlak, melainkan alarm sosial yang tepat, yang seharusnya mendorong lahirnya regulasi yang adil dan berimbang.
Hari ini, kita menyaksikan bagaimana sound horeg sering kali digunakan tanpa batas waktu, tempat, maupun etika. Tak jarang disetel di dekat tempat ibadah, lingkungan pendidikan, bahkan di pemukiman padat, dengan volume yang mengganggu ketenangan. Dalam kondisi tanpa aturan yang jelas, potensi gesekan sosial semakin besar. Di sinilah fatwa ulama berperan sebagai kontrol moral dan sosial, sebuah pengingat bahwa kebebasan berekspresi pun butuh arah.
Saya tidak melihat fatwa itu sebagai ancaman bagi pelaku seni. Sebaliknya, ini adalah kesempatan untuk memperjuangkan pengakuan resmi lewat regulasi pemerintah. Kalau ada aturannya, maka pelaku seni bisa bekerja dengan tenang, masyarakat terlindungi haknya, dan tidak ada lagi kebingungan antara tradisi hiburan dengan norma sosial, ataupun agama.
Saya mendorong Pemerintah Kabupaten Pasuruan, khususnya Bupati, untuk tidak menutup mata. Apalagi dalam kontestasi politik dan kampanye beberapa waktu lalu, penggunaan sound horeg juga menjadi bagian dari alat komunikasi massa. Artinya, alat ini tidak hanya milik seniman, tapi juga telah menjadi bagian dari budaya komunikasi sosial, maka sudah semestinya diatur.
Bagi para seniman, saya harap tidak reaktif. Justru dengan adanya dorongan regulasi, pelaku seni akan lebih dihargai dan memiliki ruang yang legal serta tertib untuk berkarya. Seni hiburan tetap bisa jalan, ekonomi tetap berputar, dan masyarakat tidak merasa terganggu. Inilah bentuk harmoni yang perlu kita perjuangkan bersama.
Fatwa ulama adalah suara peringatan, bukan palu pemusnah. Ia hadir sebagai pengingat agar semua pihak—seniman, masyarakat, dan pemerintah—dapat menjalin sinergi yang bermanfaat. Tanpa regulasi, yang kuat akan menang dan yang terganggu hanya bisa mengeluh. Dengan regulasi, kita bisa adil kepada semua.
Oleh: Muslim – Ketua Barigade Gus Dur Kabupaten Pasuruan