PASURUAN (dialogmasa.com) – Fenomena generasi sandwich semakin nyata di Indonesia, dengan laporan terbaru menunjukkan bahwa sekitar 41 juta orang termasuk dalam kategori ini.
Generasi sandwich merupakan orang dewasa yang harus menanggung biaya hidup tiga generasi sekaligus, yakni orang tua, diri sendiri, dan anak. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy A. Miller pada tahun 1981.
Laporan eksklusif Oktober 2024 dari platform end-to-end property Pinhome, bekerja sama dengan firma riset pasar YouGov yang dilansir dari kumparan mengungkapkan bahwa dari 41 juta orang tersebut, 53% adalah Milenial, 26% merupakan Gen Z, dan sisanya adalah Gen X.
Mereka menghadapi tantangan besar dalam menopang kehidupan keluarganya, terutama dalam hal finansial, yang membuat mereka kesulitan memiliki rumah di era sekarang.
Nico, warga asal Pasuruan, berpendapat bahwa fenomena generasi sandwich ini disebabkan oleh kurangnya kualitas pendidikan, terutama dalam hal literasi keuangan.
“Generasi sandwich muncul karena kualitas pendidikan,” terang Nico kepada dialogmasa, Rabu (09/10/24).
Nico menjabarkan pendapatnya begini, “Kualitas pendidikan yang saya maksud adalah pendidikan keuangan, dalam pendidikan keuangan semestinya setiap kepala (individu) punya kemampuan untuk mengamankan kebutuhan hidupnya sendiri sejak dia mulai bisa bekerja sampai dia meninggal,” imbuhnya.
“Mengamankan kebutuhan ini dengan cara mampu mencari uang, kemudian mengembangkan uang, dan mengatur uang yang dimiliki dalam instrumen investasi sehingga uang aman hingga waktu panjang, dan instrumen asuransi sehingga tidak ada musibah dan kondisi tak terduga yang dapat mendadak menghabisi hartanya,” pungkasnya.
Sejalan dengan pandangan Nico, Saiful juga menekankan pentingnya pendidikan dasar tentang manajemen keuangan. Ia menyebut bahwa pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan dinas terkait, harus mulai memperhatikan pengetahuan dasar yang dibutuhkan masyarakat.
“Manajemen uang adalah ilmu dasar yang seharusnya diwajibkan di sekolah, namun hingga kini belum menjadi fokus pendidikan formal,” kata Saiful. (Al/Wd)