Jangan Lagi Gunakan Alasan Tidak Tahu Peraturan Baru karena Ada Asas Fiksi Hukum

Diary Warda
2 Min Read

Jangan Lagi Gunakan Alasan Tidak Tahu Peraturan Baru karena Ada Asas Fiksi Hukum

Diary Warda
2 Min Read

DIALOGMASA.com – Perkembangan zaman akan mempengaruhi perkembangan hukum. Namun, sampai saat ini, masih banyak produk hukum berupa peraturan perundang-undangan yang terus diperbaharui dan bertambah. Lalu, bagaimana konsekuensi apabila seseorang melanggar peraturan atas dasar ketidaktahuan?

Dalam ilmu hukum, semua orang tanpa terkecuali dianggap tahu hukum atau dikenal dengan asas fictie hukum. Adagium ignorantia jurist non excusat dipahami sebagai ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan.

Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum karena dalih ketidaktahuan adanya peraturan perundang-undangan tertentu. Berlakunya asas fictie hukum bisa berjalan ketika syarat-syarat mutlak penerbitan sebuah peraturan perundang-undangan telah terpenuhi.

Berlakunya sebuah undang-undang secara sah yakni jika sudah diundangkan ke dalam Lembaran Negara. Tanggal mulai berlakunya sebuah UU yaitu berdasarkan tanggal yang ditentukan dalam undang-undang tersebut.

Landasan hukum asas Fictie Hukum terdapat dalam putusan MA No. 645K/Sip/1970 dan Putusan MK No. 001/PUU-V/2007. Keduanya memuat prinsip yang sama yaitu

“ketidaktahuan seseorang akan undang-undang tidak dapat dijadikan alasan pemaaf”

Selain itu, landasan fictie hukum juga terdapat dalam Putusan MA No. 77 K/Kr/1961 yang menegaskan “tiap-tiap orang dianggap mengetahui undang-undang setelah undang-undang itu diundangkan dalam lembaran negara”.

Beberapa ilustrasi berikut ini akan membantu Anda memahami secara sederhana apa itu asas fictie hukum:

  • Pengendara motor diberhentikan dan diberi sanksi karena tidak menyalakan lampu utama di siang hari. Dengan dalih tidak mengetahui aturan tersebut, pengendara motor menolak untuk dijatuhi sanksi. Berdasarkan fictie hukum, pengendara motor dapat didenda maksimal Rp100.000 atau kurungan selama 15 hari. Dasar dari aturan ini yaitu pasal 293 ayat 2 UU nomor 22 tahun 2009.
  • Kasus pencemaran nama baik melalui media sosial setelah memberikan komentar bisa diberlakukan berdasarkan pasal 27 ayat 3 UU nomor 11 tahun 2008 UU ITE.

Ada baiknya setiap masyarakat mengetahui peraturan-peraturan dasar yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk menghindari pelanggaran karena ketidaktahuan. (DH/WD)

Leave a Comment
error: Content is protected !!
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×