PASURUAN (dialogmasa.com) – Kasus korupsi PKBM di Kabupaten Pasuruan yang saat ini memasuki tahap persidangan perdana di Tipikor merupakan gambaran lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah. Pasalnya, mulai dari kepala dinas, kabid, hingga staf yang seharusnya bertanggung jawab atas suksesnya program PKBM bagi masyarakat, justru ikut “ngemplang” uang negara ke kantong pribadi.
Anjar Suprianto, Ketua LSM GP3H, menilai bahwa kasus PKBM di Kabupaten Pasuruan merupakan bukti nyata lemahnya pemerintah dalam melakukan pengawasan secara masif, khususnya terhadap program-program pendidikan non-formal. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) adalah lembaga pendidikan non-formal yang orientasinya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang belum tersentuh pendidikan formal.
“Korupsi tidak dapat terjadi begitu saja dan dilakukan oleh seorang pelaku saja. Kami meyakini pasti lebih dari itu, apalagi Dinas Pendidikan mengelola anggaran negara yang cukup besar,” jelasnya.
Sebagai langkah pencegahan agar kasus serupa tidak kembali terjadi, hal ini harus menjadi pembelajaran bagi seluruh OPD yang mengelola anggaran besar. Dinas teknis seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan harus dilakukan upaya ‘bersih-bersih’ oleh kepala daerah, khususnya terhadap ASN yang terlibat.
Tak sebatas itu saja, Anjar juga mendorong Inspektorat, selaku pengawas internal daerah, agar lebih ekstra dalam melakukan pengawasan secara ketat terhadap pelaksanaan program pendidikan secara berkala. Tujuannya agar kasus yang sama tidak terulang kembali, mengingat pada tahun 2025 ini Pemkab Pasuruan sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan gedung-gedung sekolah yang rusak dengan anggaran yang mencapai puluhan miliar rupiah.
(Abi/Wj)
