Kisah Pieter Erberveld: Dibalik Nama “Kampung Pecah Kulit”

Diary Warda
3 Min Read

Kisah Pieter Erberveld: Dibalik Nama “Kampung Pecah Kulit”

Diary Warda
3 Min Read

SEJARAH, DIALOGMASA.com – Kisah perlawanan orang-orang berdarah campuran terhadap VOC atau pemerintah kolonial Belanda, ternyata sudah ada sejak lama. Salah satunya adalah konspirasi di penghujung tahun 1721 yang hendak dilakukan Pieter Erberveld bersama Raden Kartadria, bangsawan Jawa. Keduanya berencana melakukan pemberontakan pada 31 Desember. Sayangnya, rencana yang telah disusun ini mengalami kegagalan.

Pieter Erbeveld lahir di Batavia dari pasangan campuran, Jerman (ayah) tepatnya dari Westphalia dan Jawa (ibu) yang beragama Kristen meski ada pula yang menyebutkan Ibu Erberveld berasal dari Siam. Sebagai orang kaya, tentu ia juga bertindak sebagai pemilik tanah.

Kisah dimulai pada 28 Desember 1721 saat Erberveld kedatangan Raden Kartadria beserta pengikutnya. Keduanya bermaksud melakukan makar terhadap VOC. Menurut cerita yang tertulis, Erbeveld merasa kesal kepada VOC yang tidak mau menggunakan tenaganya. Alasannya, karena Erbeveld terlalu kaya. Ditambah lagi, seorang pedagang bernama van der Schuur menghinanya. Geram akan perlakuan yang diterimanya, Erberveld pun ingin membalas dendam.

Di tahun 1721, Erberveld sendiri digambarkan sebagai sosok tua dan bergigi ompong. Rambutnya pun telah memutih. Meskipun begitu, perawakannya tinggi dan besar. Dikisahkan juga, Erberveld telah memeluk Islam.

Baik Erberveld maupun Raden Kartadria sendiri sengaja memilih penghujung 1721 sebagai waktu pelaksanaan makar karena saat itu orang-orang kulit putih akan sibuk dengan perayaan pergantian tahun. Namun, rencana tinggallah rencana. Makan yang hendak direncanakan keduanya mengalami kegagalan setelah seorang budak Erberveld membocorkannya.

Gubernur Jenderal VOC saat itu, Hendrick Zwaardecroon yang mendengar rencana makar ini segera memerintahkan penangkapan terhadap Erberveld dan Raden Kartadria beserta pengikutnya. Di ruang penyiksaan di tahun 1722, Erberveld mengaku bahwa ia akan melakukan makar dan menguasai Batavia. Ia lalu menjalani hukuman sangat berat yaitu tubuhnya ditarik empat ekor kuda ke arah berlawanan. Tempat eksekusi sendiri berada di sebuah tempat yang kelak menjadi Kampung Pecah Kulit.

Tuduhan makar tersebut diperkirakan sengaja dibuat Hendrick Zwaardecroon dengan alasan Erberveld menolak untuk menyerahkan tanahnya kepada gubernur jenderal tersebut. Usai kematian Erberveld, dibangunlah Monumen Erberveld yang berada di Jalan Pangeran Jayakarta berupa sebuah prasasti berbahasa Belanda dan Jawa. Harapannya, sebagai penanda dan peringatan agar orang-orang tak berani melakukan pengkhianatan terhadap VOC. Pada bagian atas prasasti terdapat juga tengkorak kepala Erberveld yang tertancap tombak.

Referensi
Susan Balckburn, (2011), Jakarta Sejarah 400 Tahun, Jakarta: Masup Jakarta.
William Bradley Horton & Mayumi Yamamoto, (2018), Pahlawan dari Batavia: Narasi Pieter Erberveld Melawan Kompeni, Depok: Masup Jakarta

Leave a Comment
error: Content is protected !!
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×