LPAPR Audiensi dengan Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan, Soroti Dugaan Penyimpangan Biaya PTSL

Diary Warda
4 Min Read

LPAPR Audiensi dengan Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan, Soroti Dugaan Penyimpangan Biaya PTSL

Diary Warda
4 Min Read

PASURUAN (dialogmasa.com) – Laskar Pecinta Alam Pasuruan Raya (LPAPR) menggelar audiensi dengan Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan terkait dugaan penyimpangan biaya Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Pertemuan yang berlangsung di ruang rapat dewan pada Senin (10/02/25) yang juga dihadiri oleh perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pasuruan.

Ketua Umum LPAPR, Bambang Widjatmoko, menyoroti adanya perbedaan biaya PTSL di lapangan dibandingkan dengan ketentuan resmi. Menurutnya, biaya yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp150 ribu, namun di beberapa desa, panitia yang dilantik oleh pihak terkait mematok biaya lebih.

“Ada buruh cuci di salah satu desa yang diminta Rp1 juta oleh oknum desa tanpa diberikan kwitansi. Selain itu, ada ketua panitia PTSL yang belum menerima SK, sehingga perlu dipertanyakan apa dasar hukumnya untuk beraktivitas,” ungkap Bambang.

Ia juga meminta DPRD untuk memperkuat pengawasan terhadap penyelenggaraan PTSL dan memastikan adanya pembinaan dari BPN terhadap panitia di desa. Selain itu, ia mempertanyakan keterlibatan ASN dalam kepanitiaan PTSL serta adanya dugaan pungutan yang dilakukan oleh kepala desa meskipun mereka sudah mendapatkan honor sebagai anggota panitia.

Perwakilan BPN Kabupaten Pasuruan, Eko Rubianto menegaskan bahwa biaya sertifikasi di BPN adalah nol rupiah, termasuk dalam proses pengukuran dan penelitian riwayat tanah. Namun, terdapat biaya pra-sertifikasi yang mencakup kebutuhan seperti patok dan materai.

“PTSL gratis dari sisi sertifikasi di BPN, tetapi bukan di tahap pra-sertifikasi. Jika ada oknum BPN yang menerima pungutan, silakan laporkan dan akan kami proses,” ujar perwakilan BPN.

Terkait dugaan keterlibatan ASN dalam kepanitiaan PTSL, BPN menegaskan bahwa kewenangan mereka terbatas pada aspek administrasi pelayanan sertifikasi, bukan pada pungutan maupun kepanitiaan di desa.

Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan, Rudi Hartono, menegaskan bahwa pihaknya akan menelaah Peraturan Bupati (Perbup) No. 7 Tahun 2021 untuk memastikan pemahaman yang lebih baik di masyarakat.

“Jika ada keterlibatan ASN yang tidak sesuai aturan, silakan laporkan ke instansi terkait. Kami di Komisi I siap memberikan rekomendasi,” ujarnya.

Anggota Komisi I lainnya, Juma’in, menjelaskan bahwa kepala desa memang mendapatkan honor sebagai anggota panitia PTSL, namun setelah panitia terbentuk, kepala desa tidak seharusnya ikut campur.

“Untuk biaya, itu merupakan hasil musyawarah antara panitia dan pemohon. Satu berkas saja membutuhkan hingga sembilan materai yang masing-masing seharga Rp10 ribu,” jelasnya.

Sementara itu, peserta audiensi lainnya, Hanan, menyoroti fakta bahwa banyak perangkat desa yang justru menjadi panitia PTSL, padahal aturan melarang mereka terlibat.

“Kalau perangkat desa tidak boleh jadi panitia, kenyataannya justru mereka yang paling banyak terlibat. Selain itu, jika kuota sudah habis, jangan ada janji tambahan kuota seperti yang terjadi di Purwosari,” tegasnya.

Sebagai tindak lanjut, Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan akan merekomendasikan permasalahan ini kepada instansi terkait seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan PTSL.

Menambahkan aspirasi, Lukman dari LSM Garda Pantura memohon kepada pihak BPN agar membersihkan oknum BPN yang main belakang, karena saat masyarakat antri lama disisi lain ada yang 3 hari jadi. “Mohon tertibkan,” harapnya serius. (Al/Wd)

Leave a Comment
error: Content is protected !!
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×