DIALOGMASA.com – Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah viral berarti menyebar luas dan cepat seperti virus, terutama dalam konteks dunia maya seperti internet dan media sosial. Maka dari itu, memviralkan berarti menyebarkan suatu informasi dengan cepat dan luas ke publik.
Informasi yang viral dapat bersifat positif atau negatif. Dalam kasus negatif, misalnya ketika seseorang yang memiliki utang diviralkan melalui unggahan di media sosial hingga menyebar luas, hal ini dapat menyebabkan tercemarnya nama baik individu tersebut.
Tindakan memviralkan orang lain yang menimbulkan pencemaran nama baik dapat dikenakan pasal penghinaan atau pencemaran nama baik. Hal ini diatur dalam Pasal 310 KUHP lama dan Pasal 433 UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru yang akan berlaku pada tahun 2026.
Pasal 310 KUHP:
- Menyerang kehormatan atau nama baik secara lisan di muka umum dapat dipidana penjara maksimal 9 bulan atau denda maksimal Rp4,5 juta.
- Jika dilakukan melalui tulisan atau gambar yang disebarkan ke publik, pidana penjara maksimal 1 tahun 4 bulan atau denda maksimal Rp4,5 juta.
- Tidak dianggap pencemaran jika dilakukan demi kepentingan umum atau untuk membela diri.
Pasal 433 UU 1/2023:
- Menyerang kehormatan dengan lisan dipidana maksimal 9 bulan atau denda maksimal Rp10 juta.
- Jika dilakukan melalui media visual, pidana maksimal 1 tahun 6 bulan atau denda maksimal Rp50 juta.
- Pengecualian berlaku jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Selain itu, pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur dalam Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024 yang mengatur ancaman pidana penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp400 juta untuk pencemaran nama baik melalui sistem elektronik.
Namun, jika informasi yang disebarkan merupakan fakta utang yang benar, pasal ini mungkin tidak berlaku. Tetapi, jika disertai hinaan atau kata-kata tidak pantas, pelaku bisa dikenakan Pasal 315 KUHP atau Pasal 436 UU 1/2023 terkait penghinaan ringan.
Perjanjian yang berisi klausul memperbolehkan utang dipublikasikan harus memenuhi syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Jika klausul tersebut bertentangan dengan hukum atau kesusilaan, maka perjanjian dianggap batal demi hukum. Artinya, sejak awal tidak pernah ada perikatan yang sah secara hukum. (DH/WD)