ARTIKEL, DIALOGMASA.com–
“Di tengah sempitnya lapangan kerja formal, kreativitas menjadi jalan baru bagi generasi muda untuk bekerja, berkarya, dan bermakna.”
Diskusi yang disiarkan Kompas TV pagi ini dengan tajuk “Pengangguran Usia Muda RI Tertinggi di ASEAN” kembali membuka ruang refleksi tentang persoalan serius ketenagakerjaan di Indonesia. Fakta ini memang tidak mudah diterima, apalagi di tengah semangat bonus demografi yang seharusnya menjadi kekuatan bangsa.
Presiden Prabowo menegaskan pentingnya sektor formal maupun informal untuk memperluas lapangan kerja. Seruan ini bukan sekadar imbauan politis, tetapi juga sinyal bagi semua pihak — terutama dunia usaha, lembaga pendidikan, dan pemerintah daerah — untuk mencari terobosan kreatif dalam menyerap tenaga kerja muda.
Salah satu solusi yang mengemuka dalam diskusi tersebut adalah peran ekonomi kreatif. Sektor ini dinilai memiliki potensi besar untuk menampung tenaga kerja baru, terutama dari kalangan muda yang memiliki ide, keterampilan digital, dan semangat inovatif. Dalam konteks ini, ekonomi kreatif tidak lagi sekadar sektor tambahan, melainkan mesin penggerak ekonomi baru yang mampu menciptakan lapangan kerja berbasis kreativitas, budaya, dan teknologi.
Fenomena menarik dapat dilihat dari berbagai daerah, seperti Kabupaten Jember dengan berbagai festival kreatifnya. Jember Fashion Carnaval misalnya, telah menjadi magnet ekonomi yang tidak hanya memperkuat citra daerah, tetapi juga melahirkan ekosistem ekonomi baru: mulai dari desainer lokal, pelaku UMKM, hingga sektor pariwisata. Kegiatan semacam ini menjadi bukti bahwa kreativitas lokal dapat menjadi jawaban konkret atas masalah pengangguran muda.
Dalam perspektif manajemen modern, Gary Becker melalui Human Capital Theory menjelaskan bahwa investasi terhadap sumber daya manusia — berupa pendidikan, keterampilan, dan pengalaman — akan meningkatkan produktivitas individu sekaligus nilai ekonominya.
Jika teori ini diterapkan pada konteks ekonomi kreatif, maka kreativitas dan kemampuan inovatif generasi muda merupakan bentuk modal manusia yang sangat berharga. Ketika pemerintah dan lembaga pendidikan mendorong peningkatan kapasitas tersebut, maka yang tercipta bukan hanya tenaga kerja, tetapi juga pencipta kerja baru.
Selain itu, Peter Drucker melalui konsep innovation management menegaskan bahwa inovasi adalah fungsi utama dalam setiap organisasi dan ekonomi modern. Inovasi memungkinkan manusia menemukan cara baru dalam menciptakan nilai tambah, bahkan dari hal yang tampak sederhana. Dengan semangat ini, ekonomi kreatif menjadi wadah bagi generasi muda untuk berinovasi dan menghasilkan peluang kerja dari ide-ide segar mereka sendiri.
Menariknya, Bhima Yudhistira”, Direktur Eksekutif Celios, dalam obrolan pagi di Kompas TV, memberikan pandangan praktis yang patut dicatat. Ia menekankan pentingnya inisiasi kampus untuk memperkuat kerja sama dengan dunia industri. Menurutnya, apabila mahasiswa magang di perusahaan dan terbukti memiliki kompetensi yang baik, perusahaan seharusnya segera mengikat mereka dengan status karyawan tetap.
Gagasan ini menjadi solusi konkret agar sektor formal dapat membantu menurunkan tingkat pengangguran muda di Indonesia.
Pendekatan kolaboratif semacam ini sejalan dengan gagasan Becker tentang investasi SDM, sekaligus mempertegas pentingnya link and match antara pendidikan dan dunia kerja. Ketika kampus menjadi jembatan bagi mahasiswa untuk terjun ke dunia industri, maka proses belajar tidak berhenti di ruang kelas, tetapi berlanjut dalam praktik profesional yang bernilai ekonomi.
Oleh karena itu, seruan Presiden Prabowo agar sektor formal dan informal membuka ruang lapangan kerja lebih luas patut disambut dengan inovasi konkret. Pemerintah daerah dapat memfasilitasi creative hub, coworking space, dan festival ekonomi kreatif. Sementara lembaga pendidikan seperti ITB Yadika Pasuruan dapat berperan aktif mengintegrasikan kewirausahaan dan kemitraan industri ke dalam kurikulum pembelajaran.
Akhirnya, mengurangi pengangguran muda bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa. Kreativitas harus dijadikan kultur, bukan sekadar hobi.
Seperti kata Drucker, “The best way to predict the future is to create it.”
Dan dari tangan-tangan muda kreatif yang disinergikan dengan dunia industri, masa depan ekonomi Indonesia akan tumbuh — kuat, adaptif, dan berdaya saing.
Urip iku Urup. Setiap kata adalah cahaya. Semoga catatan kecil ini menjadi sedekah yang menyalakan kebaikan bersama.
Salam hangat dan hormat.
Dr. Agus Andi Subroto
Dekan FHB ITB Yadika Pasuruan.
Surabaya, 29 Oktober 2025.

