Menjelajahi Kampung Arab Bersama Komunitas Indonesia Colonial Heritage

Diary Warda
3 Min Read

Menjelajahi Kampung Arab Bersama Komunitas Indonesia Colonial Heritage

Diary Warda
3 Min Read

MALANG (dialogmasa.com) – Komunitas Indonesia Colonial Heritage (ICH) kembali mengadakan tur heritage bertema Kampung Arab. Kegiatan ini sendiri merupakan acara rutin yang biasa diselenggarakan komunitas tersebut menjelajahi tempat-tempat atau bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah terutama di masa kolonial Belanda. Tur menjelajahi Kampung Arab diadakan pada Minggu (11/5) dan dimulai sekitar pukul 07.30 WIB dengan titik kumpul di Alun-alun Merdeka.

Sebanyak kurang lebih tiga puluh peserta mengikuti kegiatan ini. Menurut Irawan Paulus yang menjadi pemimpin tur kegiatan ini sebenarnya mengulangi acara serupa yang sempat diadakan di bulan puasa lalu. Hanya saja karena saat itu hujan deras sehingga sejumlah rute yang telah direncanakan batal dijelajahi sehingga acara berakhir lebih awal.

Dalam kegiatan ini, para peserta diajak menjelajahi sejumlah tempat yang letaknya masih berdekatan dengan Alun-alun Merdeka. Salah satunya, Masjid Agung Jami Kota Malang. Para peserta berkesempatan melihat-lihat bagian dalam tempat ibadah umat Islam ini.

“Dahulu, atap masjid ini berbentuk tumpang susun. Hanya saja karena telah direnovasi, atapnya jadi tidak kelihatan, tertutupi bagian yang baru,” ucap Om Ir, sapaan akrab Irawan Paulus.

Sementara itu, Arief DKS, salah satu pendiri komunitas mengungkapkan tak ada catatan resmi kapan masjid ini berdiri. Menurut catatan pemerintah kolonial, masjid ini mengalami renovasi besar-besaran pada tahun 1875.

Dengan berjalan kaki, para peserta kemudian menjelajahi permukiman padat penduduk yang dahulu menjadi tempat tinggal kaum pribumi. Tak hanya itu saja, mereka juga diajak menjelajahi permukiman orang-orang Arab yang yang berada di Jalan Syarif Alqodri dan sekitarnya. Sepanjang gang yang dimasuki, masih bisa ditemui sejumlah rumah-rumah lawas bergaya indische empire dari abad ke-19, nieuw bowen hingga rumah bergaya jengki yang populer di tahun 1950-an.

“Pada zaman Belanda, ada peraturan yang namanya wijkenstelsel di mana orang-orang Tionghoa, orang-orang Arab, dan pribumi itu tempat tinggalnya terpisah-pisah. Makanya, saat ini kita temui adanya Pecinan dan Kampung Arab,” jelas Om Ir.

Komunitas Arab sendiri yang sekarang ada di Kota Malang merupakan keturunan dari Hadramaut (Yaman). Mulanya, mereka berdagang lalu menikahi penduduk setempat sehingga keturunan mereka sudah berdarah campuran. Sebagaimana komunitas Tionghoa kala itu di Malang yang dipimpin seorang letnan (pangkat tituler), komunitas Arab juga ada pemimpinnya. Diperkirakan Sech bin Awad Moeladawilah merupakan pemimpin terakhir komunitas ini menjelang kedatangan Jepang ke Indonesia di tahun 1942.

Tak hanya diajak menjelajahi Kampung Arab, para peserta juga sempat melihat-lihat bekas jalur trem di daerah Jagalan yang kini tidak aktif. Letaknya sendiri tak jauh dari Kampung Arab. Para peserta sendiri terlihat antusias dengan kegiatan ini serta mendengarkan dengan saksama penjelasan pemimpin tur. Beberapa di antaranya bahkan mengajukan sejumlah pertanyaan. (DS/WD)

Leave a Comment
error: Content is protected !!
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×