PASURUAN, DIALOGMASA.com – Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Kabupaten Pasuruan, Samsul Hadi, menilai sulitnya lulusan sekolah mendapatkan pekerjaan tidak hanya disebabkan oleh faktor sekolah, tetapi juga dipengaruhi oleh niat belajar, budaya masyarakat, pilihan jurusan, hingga keterbatasan kebutuhan industri.
Menurutnya, pendidikan SMK secara nasional diarahkan pada tiga orientasi, yakni bekerja, melanjutkan pendidikan, dan berwirausaha. Sekolah-sekolah di Pasuruan pun telah menyiapkan fasilitas yang cukup lengkap, mulai dari bimbingan konseling bagi siswa yang ingin kuliah, hingga kerja sama dengan industri bagi yang siap langsung bekerja.
“Tujuannya sekolah mencari ilmu sedangkan anak-anak tujuannya mencari kerja,” kata Samsul saat ditemui di ruang tamu SMKN 1 Bangil, Kamis (25/9/2025).
Ia menegaskan, dengan ilmu maka peluang pekerjaan bisa lebih mudah didapat. Sebaliknya, jika hanya berniat mencari kerja, hasilnya sering kali justru sulit mendapat pekerjaan.
Selain persoalan niat, Samsul juga menyoroti bahwa tidak semua kompetensi menjadi kebutuhan riil industri.
“Kompetensi yang diajarkan di sekolah bisa seratus lebih, tetapi saat mereka lulus belum tentu perusahaan membutuhkan semuanya,” jelasnya.
Samsul menambahkan poin lain, yaitu munculnya jurusan yang relatif mudah dibuka, seperti Teknik Informatika (TI) dan Desain Komunikasi Visual (DKV)dengan banyaknya lembaga pendidikan membuka jurusan tersebut maka terkadang tidak sebanding dengan kebutuhan industri.
Di sisi lain, budaya masyarakat Pasuruan juga dinilai berpengaruh. Warga lokal cenderung enggan merantau untuk bekerja di luar daerah karena ingin tetap dekat dengan keluarga. Kondisi ini berbeda dengan banyaknya pekerja dari luar daerah yang justru masuk dan mengisi lowongan di Pasuruan.
“Budaya masyarakat sini pokoknya kumpul keluarga. Akhirnya, ketika ada lowongan yang tidak diminati, malah terisi oleh orang luar,” ungkapnya.
Perusahaan pun menghadapi tantangan tersendiri. Ada di antaranya memilih hengkang dari Pasuruan karena tidak kuat menanggung beban upah minimum regional (UMR) yang tinggi.
Samsul menambahkan, sekolah telah berupaya menyiapkan siswa dengan menambahkan mata pelajaran kebugaran di kelas tiga, menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan yang menekankan kondisi fisik calon pekerja. Namun pada akhirnya, kesiapan siswa tetap sangat dipengaruhi oleh niat pribadi dan dukungan orang tua.
“Problem utamanya ada pada niat anak-anak dan orang tuanya. Nilai juang kerja masyarakat kadang rendah, sehingga peluang kerja akhirnya diisi oleh orang luar yang etos kerjanya lebih kuat,” pungkasnya.
Dengan kondisi tersebut, Samsul berharap ada kesadaran baru dari masyarakat untuk memperbaiki pola pikir, meningkatkan semangat kerja, dan lebih fleksibel dalam menerima peluang pekerjaan yang ada. (AL/WD)