Peluh Cinta di Senja Usia, Kisah Bapak Mistar dan Tiga Cucu yang Dititipkan Takdir

Diary Warda
3 Min Read

Peluh Cinta di Senja Usia, Kisah Bapak Mistar dan Tiga Cucu yang Dititipkan Takdir

Diary Warda
3 Min Read

FEATURE, DIALOGMASA.com – Diujung desa di antara hamparan sawah di Dusun Kertosari, Purwosari, Kabupaten Pasuruan, berdiri rumah sederhana yang mulai renta dimakan usia. Di sanalah Bapak Mistar, lelaki berusia 62 tahun, menjalani hari-harinya dalam keheningan yang tak selalu sunyi—sebab ada tawa dan tangis tiga cucu yang kini menjadi pusat semestanya.

Bapak Mistar tidak pernah membayangkan masa tua seperti ini. Ketika sebagian orang seusianya sibuk menimang cucu di waktu luang, ia justru menimang tanggung jawab besar yang datang tanpa diduga. Tiga cucunya, masing-masing berusia SMP, SD, dan TK, kini hidup bersamanya—tanpa orang tua, tanpa jaminan masa depan. Mereka adalah anak-anak yang kehilangan arah, lalu berpaut erat pada kasih sayang satu-satunya yang tersisa: seorang kakek yang tubuhnya mungkin renta, tapi hatinya tak pernah lelah mencinta.

Masalah tidak berhenti pada urusan perut. Dua dari tiga cucunya belum memiliki dokumen kependudukan. Tanpa kartu keluarga dan akta kelahiran, mereka terhalang dari hak dasar untuk bersekolah. Sementara satu-satunya yang sempat mencicipi bangku SMP kini hanya bisa termenung di rumah, menunggu harapan yang belum tahu kapan datang.

Dulu, Bapak Mistar berdagang bakso keliling menggunakan motor. Motor baginya bukan hanya alat kerja, melainkan penyambung hidup. Tapi kini, motor itu rusak, dan bersama rusaknya roda itu, roda nafkah juga tersendat. Setiap hari, Bapak Mistar harus memilih: meninggalkan rumah untuk mencari uang atau tetap di rumah menjaga cucu-cucunya yang belum cukup besar untuk ditinggal.

“Mau kerja, siapa yang jagain mereka? Mau jagain terus, kami makan apa?” katanya pelan, namun cukup untuk menggambarkan dilema yang menghimpit setiap harinya.

Namun, di balik kelelahan itu, ada api kecil yang terus menyala: cinta. Cinta seorang kakek yang menolak menyerah, yang menepis kata ‘cukup’ meski tubuhnya sudah letih. Ia tak pernah meminta, hanya berharap. Barangkali pada Tuhan, barangkali pada siapa saja yang masih punya hati.

Kisah Bapak Mistar adalah potret ketegaran di tengah runtuhnya kenyamanan. Ia bukan hanya seorang kakek—ia adalah bukti bahwa kasih sayang bisa mengalahkan keterbatasan. Bahwa cinta bisa tumbuh, bahkan dalam rumah sederhana, dalam perut yang kadang lapar, dan dalam hati yang terus berjuang. (Red)

Leave a Comment
error: Content is protected !!
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×