Pembatalan Audiensi LMR-RI Dinilai Objektif, LSM GP3H: DPRD Bersikap Sesuai Prosedur

Diary Warda
3 Min Read

Pembatalan Audiensi LMR-RI Dinilai Objektif, LSM GP3H: DPRD Bersikap Sesuai Prosedur

Diary Warda
3 Min Read

Pasuruan, DIALOGMASA.com – Pembatalan audiensi antara DPRD Kabupaten Pasuruan dengan Lembaga Missi Reclassering Republik Indonesia (LMR-RI) terkait tuntutan penutupan aktivitas usaha di kawasan Gempol 9 (G9) dinilai sebagai langkah normatif dan objektif. Audiensi yang sedianya digelar pada Senin (7/7) itu dibatalkan karena pihak LMR-RI tidak dapat menunjukkan legalitas kelembagaan.

Ketua Umum LSM Gerakan Pemuda Peduli Pengamat Hukum (GP3H), Anjar Supriyanto, SH., saat dikonfirmasi pada Selasa (8/7), menyampaikan koreksi dan tanggapan terbuka atas narasi sepihak yang berkembang di tengah masyarakat terkait aksi LMR-RI.

Menurutnya, Gempol 9 adalah kawasan pertokoan yang diisi berbagai jenis usaha seperti warkop dan karaoke, di mana terdapat pramusaji wanita yang menyajikan minuman dan menemani pengunjung bernyanyi. Selama aktivitas tersebut tidak melanggar aturan perizinan, norma kesusilaan, maupun ketertiban umum, maka tidak bisa serta-merta dituntut untuk ditutup.

“Penegakan hukum dan pengawasan wajib dilakukan oleh instansi berwenang jika memang ditemukan pelanggaran, dan harus melalui kajian yang objektif,” tegas Anjar.

Ia juga menyoroti bahwa tuntutan penutupan Gempol 9 oleh LMR-RI diduga dipicu oleh insiden perkelahian yang melibatkan salah satu anggotanya di area tersebut. Hal ini, menurut Anjar, patut dipertanyakan motif sebenarnya—apakah benar demi moralitas dan ketertiban, atau justru bersifat reaktif dan emosional.

“Organisasi masyarakat seperti LMR-RI tidak memiliki kewenangan hukum untuk memaksakan kehendak dengan menutup tempat usaha, apalagi jika latar belakangnya adalah konflik personal. Itu jelas melampaui batas dan bisa mencederai sistem hukum dan tata kelola pemerintahan daerah,” tambahnya.

Anjar menegaskan, DPRD sebagai lembaga resmi memiliki hak menolak atau membatalkan audiensi dari kelompok manapun yang tidak memenuhi persyaratan legal, administratif, maupun substansial.

“Langkah DPRD membatalkan audiensi adalah sinyal positif bahwa mereka bersikap netral dan tidak tunduk pada tekanan kelompok yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas,” tegasnya.

LSM GP3H juga menegaskan bahwa penegakan ketertiban di ruang publik seperti Gempol 9 merupakan wewenang pemerintah daerah, Satpol PP, Dinas Perizinan, serta Kepolisian, bukan ormas. Jika memang ditemukan pelanggaran perizinan atau pelanggaran norma, maka harus diproses melalui jalur hukum yang sah.

“Kami mendorong semua pihak tetap mengedepankan akal sehat, aturan hukum, dan etika publik. Jangan kemas kepentingan pribadi dalam narasi perjuangan moral padahal berangkat dari konflik emosional yang subjektif,” tegas Anjar.

Pihaknya juga meminta DPRD dan Pemkab Pasuruan untuk tetap menjaga integritas dan tidak mudah terpengaruh tekanan kelompok tertentu.

“Kepada LMR-RI, kami menyarankan untuk introspeksi dan menyelesaikan permasalahan internal secara dewasa sebelum membawa isu ke ruang publik dan menciptakan kegaduhan yang tidak perlu,” pungkasnya. (Abi/Wj)

Leave a Comment
error: Content is protected !!
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×