ARTIKEL (dialogmasa.com) – Kesuksesan sejati tidak hanya diukur dari kecerdasan intelektual, tetapi juga dari kemampuan mengelola emosi dan kedalaman spiritual. Dalam Islam, potensi baik dan buruk manusia telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, khususnya dalam QS As-Syams: 8.
Pendidikan memiliki peran penting dalam mengasah dan mengarahkan kedua potensi ini untuk menciptakan individu yang seimbang dan berkarakter. Pandangan ini disampaikan oleh Maulana Solahudin, seorang pemikir dan praktisi pendidikan asal Kabupaten Pasuruan.
Menurut Maulana, dalam konsepsi psikologi pendidikan Islam, terdapat tiga aspek penting yang saling melengkapi: IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient). IQ berfokus pada kecerdasan intelektual, EQ pada kemampuan mengendalikan emosi, dan SQ pada kedalaman spiritual seseorang.
Ketiga aspek tersebut menjadi fondasi utama bagi seseorang untuk mencapai kesuksesan, baik di dunia maupun akhirat.
Al-Qur’an sendiri memberikan dasar teoritis yang kuat mengenai potensi manusia, seperti yang tercantum dalam QS As-Syams: 8:
“Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan manusia dengan dua potensi besar:
- Fujuur – potensi kejahatan, yang dalam psikologi modern dapat diidentifikasi sebagai will to power, yaitu dorongan untuk menguasai, mencelakai, atau berbuat negatif.
- Taqwa – potensi kebaikan, yang sejajar dengan will to truce, yaitu dorongan untuk mencari kebenaran dan melakukan kebaikan.
Dalam pendidikan, tugas besar para pendidik adalah mengarahkan peserta didik agar potensi kebaikan (will to truce) lebih dominan dan berkembang, sekaligus memahami potensi negatif (will to power) untuk dikendalikan.
Konsep ini memberikan landasan penting bagi pendidikan Islam modern untuk mengintegrasikan nilai-nilai spiritual ke dalam metode pengajaran, sehingga menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam mengelola emosi dan kuat dalam spiritualitas.