PASURUAN (dialogmasa.com) – Menjadi jurnalis profesional butuh modal besar. Bukan hanya modal skill dan finansial, bahkan keamananpun menjadi pertaruhan.
Baru-baru ini kebebasan pers dan bersuara di Indonesia kembali mendapatkan ujian, dimana jurnalis dari media ternama “Tempo” dapat teror berupa kiriman paket kepala babi.
Belum tampak solusi atas teror tersebut, publik dibuat geram atas ujaran tak pantas dari pejabat negara, Hasan Nasbi. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) tersebut menyepelekan teror atas wartawan tempo dalam kata-kata nya, “Dimasak saja,” ucapnya santai.
Kalimat pendek itu memancing emosi publik, beragam kecaman muncul dari berbagai pihak. Ketua Dewan Pers adalah Dr. Ninik Rahayu meminta yang bersangkutan minta maaf.
“Dewan Pers meminta yang bersangkutan meminta maaf kepada korban dan publik karena candaannya mengarah pada ujaran kebencian,” kata Ninik yang di muat oleh tempo.
Bukan hanya dewan pers, kecaman juga datang dari aktivis Pasuruan Lujeng Sudarto, direktur Pus@ka. Ia menilai kepala kantor yang satu ini kepalanyatidak ada isinya.
“Kepala kantor tapi gak punya isi kepala,” cetusnya mengecam.
“Jika tidak ada tindakan pencopotan terhadap Hasan Nasbi, maka Presiden bisa dinilai menyetujui statemen Hasan Nasbi,” tambahnya menegaskan dalam sesi wawancara dengan dialog masa, Minggu (23/03).
Menurut Lujeng, HN sebaiknya gentle seperti Gus Miftah, dengan mundur dari jabatannya karena publik termasuk dewan pers telah berharap demikian.
“Statemen HN dinilai bukan hanya persoalan kekerasan non verbal terhadap pers, tetapi juga tindakan tidak etis, sikap paling telanjang dari ketidakmampuan negara dalam membaca luka warganya,” tutupnya. (AL/WD)