SURAT TERBUKA KEPADA WALI KOTA MALANG 2025-2030
Oleh: Sukma Hari
Direktur Eksekutif SH INDEPTH (Institute for Development of Public Policy and Humanities)
Pak Wahyu, Wali Kota Malang, Selamat berbakti sebagai Wali Kota Malang Masa Jabatan 2025-2030.
Di tengah banjir ucapan selamat atas pelantikan Bapak, saya memilih menulis surat terbuka ini sebagai pengingat agar euforia perayaan seremonial segera diakhiri. Sebab, jabatan bukan untuk dirayakan, melainkan dipikul.
Ini adalah surat pertama saya dan sesungguhnya saya ingin menulis surat kepada Bapak setiap hari. Di banyak negara, tidak sedikit warga yang menulis surat serupa kepada pemimpinnya.
Art Buchwald, kolumnis Amerika Serikat, pernah menulis surat kepada Presiden Richard Nixon: “Pak Presiden, dengan surat ini saya ingin menyampaikan kepada Anda bagaimana cara memimpin negara. Berbahagialah Anda karena saya tidak memungut biaya sama sekali untuk nasihat yang saya berikan, sebab saya merasa bahwa sudah menjadi tugas warga negara untuk membantu presiden mengatasi berbagai masalah yang muncul hari ini.”
Saya setuju dengan sikap Art Buchwald tersebut dan dengan tulus ingin meneladaninya. Saya tulis surat ini untuk Bapak juga tanpa meminta imbalan apa pun.
Menakar Janji Kampanye: Mbois dan Berkelas?Pak Wahyu, saya ingin memulai dari visi-misi Bapak saat kampanye 2024 lalu: menjadikan Kota Malang mbois dan berkelas melalui lima program unggulan:
1. Membagikan seragam gratis bagi pelajar
2. Memberikan seribu beasiswa pendidikan untuk pelajar dan mahasiswa
3. Menyelenggarakan seribu event olahraga, seni, budaya, dan ekonomi kreatif tiap tahun
4. Memberikan insentif Rp50 juta per tahun untuk pembangunan RT
5. Menyelesaikan masalah dasar perkotaan (banjir, kemacetan, dan parkir)
Pertanyaannya, apakah benar program-program ini dapat menjadikan Kota Malang mbois dan berkelas?
Membagikan seragam gratis dan seribu beasiswa pendidikan, Pak Wahyu, sebenarnya bisa dilakukan tanpa harus menjadi wali kota. Banyak individu maupun perusahaan di luar pemerintahan yang telah melakukannya. Misalnya, karyawan Adaro Group melalui Yayasan Adaro Bangun Negeri (YABN) berhasil menggalang donasi 2.000 paket seragam sekolah senilai Rp2,4 miliar untuk pelajar dari keluarga prasejahtera.
Jika perusahaan swasta saja bisa melakukannya, mengapa sebagai wali kota Bapak tidak menginisiasi program yang lebih strategis? Kita tahu Kota Malang memiliki berbagai persoalan pendidikan yang jauh lebih mendesak.
Misalnya, kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diskriminatif terhadap anak-anak dari keluarga non-pejabat (PNS/ASN, TNI/Polri, dan BUMN/BUMD). Selain itu, Dinas Pendidikan Kota Malang juga gagal menyelaraskan aturan juknis PPDB dengan aturan yang lebih tinggi, seperti Permendikbud No. 1 Tahun 2021 dan Perwali Kota Malang No. 5 Tahun 2021 terkait pagu zonasi minimal.
Pada Agustus 2024, rekan-rekan aktivis dari Malang Corruption Watch (MCW) telah menyuarakannya. Namun, Bapak mengabaikannya dengan tidak memasukkannya dalam program unggulan di bidang pendidikan. Bapak justru lebih memilih kebijakan populis seperti memberi seragam gratis dan beasiswa, yang bermuatan politis untuk kepentingan elektoral semata.
Seribu Event dan Beban Janji Politik
Bapak juga menjanjikan 1.000 event per tahun dalam bidang olahraga, seni, budaya, dan ekonomi kreatif. Sepertinya Bapak menyukai angka “seribu,” setelah sebelumnya digunakan dalam program beasiswa. Namun, apakah Bapak tidak khawatir warga akan menagih janji ini secara satuan-bijian? Jika dihitung secara matematis, berarti selama satu periode jabatan, Bapak harus mengadakan 5.000 event. Saya yakin Bapak akan kelimpungan merealisasikannya.
Program keempat, yaitu insentif Rp50juta per RT dengan anggaran 200milyar, juga perlu dicermati. Secara hitungan APBD dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang 2024, program ini tampak realistis. Namun, yang disayangkan adalah Bapak tidak berterus terang sejak awal bahwa program ini baru bisa dijalankan pada 2026, bukan 2025.
Pernyataan Bapak kepada Antara News (10/2/2025) yang menyebut bahwa program ini belum bisa direalisasikan tahun pertama, seharusnya disampaikan sejak kampanye, bukan setelah terpilih.
Kejujuran dalam menyampaikan janji politik sangat penting. Warga merindukan pemimpin yang berkata jujur tentang apa yang harus mereka dengar, bukan sekadar apa yang ingin mereka dengar.
Jangan Masuk ke Golongan Politisi Pengumbar Janji
Janji politik Bapak melalui program-program unggulan ini berisiko mengantarkan Bapak ke dalam golongan pejabat dan politisi pengumbar janji. Program-program ini sangat populis, khas politisi yang berorientasi pada tujuan jangka pendek demi meraih kekuasaan. Namun, saya pribadi, dan tentu juga warga Kota Malang, berharap Bapak tidak menjadi bagian dari golongan tersebut.
Kota ini membutuhkan pemimpin yang benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat, bukan sekadar program populis yang menarik perhatian sesaat.
Demikian, Pak Wahyu, saya sudahi surat saya. Jika Bapak tidak membaca atau menganggapnya tidak penting, saya akan tetap baik-baik saja.
Semoga Bapak dan keluarga senantiasa sehat. Salam dari saya, Sukma Hari.