ARTIKEL, DIALOGMASA– Isu gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mencapai lebih dari Rp200 juta per bulan kembali menuai polemik di tengah masyarakat. Kebijakan ini kontras dengan langkah pemerintah yang sedang menggalakkan efisiensi anggaran dan memperketat penerimaan pajak dari rakyat.

Ketidakadilan bagi Masyarakat

Keputusan ini menunjukkan minimnya empati elit politik terhadap kondisi masyarakat. Pemerintah di satu sisi melakukan efisiensi dan memperketat pajak dari rakyat, tetapi di sisi lain justru menaikkan gaji dan tunjangan DPR RI. Hal ini tidak adil karena masyarakat membayar pajak dua kali, yaitu pajak yang digunakan untuk membiayai tunjangan legislatif, termasuk Pajak Penghasilan (PPh 21).

Dampak terhadap Kepercayaan Publik

Kebijakan ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah bisa semakin terkikis, apalagi di tengah banyaknya kasus korupsi dan sikap tidak pantas yang sering dipertontonkan di gedung parlemen.

Mekanisme Penentuan Gaji dan Tunjangan

Mekanisme penentuan gaji dan tunjangan DPR pun belum berbasis kinerja. Masalah tingginya gaji anggota legislatif tidak bisa dilepaskan dari mahalnya biaya politik di Indonesia. Biaya politik yang sangat besar membuat beban keuangan anggota Dewan semakin tinggi.

Perbaikan Regulasi Pemilu

Saya menekankan perlunya perbaikan regulasi pemilu, termasuk pembatasan dana kampanye agar tidak membebani masyarakat lewat gaji dan tunjangan berlebihan. Selain itu, juga perlu keteladanan pemimpin dalam menjalankan efisiensi anggaran. Efisiensi tidak hanya berlaku untuk rakyat, tetapi harus dimulai dari elit politik dan pejabat pemerintah sebagai teladan.

Oleh: Direktur Pusaka, Lujeng Sudarto