PASURUAN (dialogmasa.com) – Polemik terkait pelaksanaan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di Kabupaten Pasuruan yang berlangsung pagi hari masih menjadi sorotan. Sugiono, Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Pasuruan, memberikan penjelasan terkait asal mula munculnya kegiatan tersebut.
Menurut Sugiono, adanya TPQ pagi bermula pada masa pandemi Covid-19. Saat itu, aktivitas sekolah formal diliburkan akibat pembatasan kegiatan masyarakat, sehingga muncul kebutuhan alternatif bagi anak-anak untuk tetap mendapatkan pendidikan.
“Dimulai ketika masa Covid-19, di mana sekolah formal diliburkan atau belajar dari rumah. TPQ yang berbasis metode Qiroati menginisiasi kegiatan ini atas permintaan masyarakat untuk memfasilitasi belajar mengaji bagi anak-anak di bawah usia SD,” jelas Sugiono melalui pesan singkat pada Sabtu sore (7/12).
Namun, meskipun pandemi telah berlalu, kebiasaan TPQ pagi ini terus berlanjut. Hal ini kemudian memunculkan polemik karena berbenturan dengan jam kegiatan belajar-mengajar (KBM) di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Raudlatul Athfal (RA).
“Di Kabupaten Pasuruan sebenarnya ada Peraturan Daerah (Perda) terkait jam belajar formal dan nonformal. Tapi, penyelenggaraan TPQ pagi ini memang khusus diadakan oleh lembaga yang menggunakan metode Qiroati,” tambah Sugiono.
Ia menjelaskan bahwa sebagian besar TPQ dengan usia peserta 4-7 tahun sudah beralih ke jadwal sore hari, namun ada beberapa TPQ yang tetap beroperasi di pagi hari untuk anak usia PAUD.
Terkait legalitas, Sugiono mengungkapkan bahwa metode Qiroati belum terdaftar secara resmi di Kementerian Agama. “Metode Qiroati tidak terdaftar dan memang tidak mau mendaftar di Kemenag,” ujarnya.
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, Sugiono menekankan pentingnya dialog antara pimpinan metode Qiroati di Pasuruan dengan instansi terkait. “Perlu ada dialog antara pimpinan Qiroati di Pasuruan dengan instansi terkait,” tegasnya. (Al/Wd)