PASURUAN (dialogmasa.com) – Menyikapi tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, Komunitas Gitu Saja Kok Repot (KGSKR) Gusdurian Pasuruan menginisiasi Forum Group Discussion (FGD) lintas sektor bertajuk “Meneropong Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Pasuruan”.
Kegiatan ini berlangsung di Universitas Yudharta pada Kamis (15/05), dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari organisasi masyarakat sipil, akademisi, anggota legislatif, hingga instansi pemerintah.
Diskusi ini menjadi ruang berbagi pengalaman sekaligus ajang menyampaikan kegelisahan atas minimnya fasilitas dan layanan yang tersedia bagi korban kekerasan, terutama kekerasan seksual. Salah satu sorotan utama datang dari Fatimatuzzahto, perwakilan Fatayat NU, yang menegaskan pentingnya keberadaan shelter (rumah aman) di Kabupaten Pasuruan.
“Kabupaten Pasuruan penting ada shelter untuk korban kekerasan seksual,” tegas Fatimah dalam forum tersebut. Ia juga menyoroti keterbatasan layanan psikologis yang selama ini menyulitkan pendampingan korban. “Layanan psikologi sangat penting. Selama ini kami sering menunggu terlalu lama, harapannya ke depan bisa dikondisikan lebih baik,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Pasuruan, M. Agus Masjhady, mengakui bahwa hingga saat ini daerah tersebut belum memiliki shelter khusus. Ia juga menyebut keterbatasan sumber daya manusia sebagai salah satu kendala utama.
“Mohon maaf atas keterlambatan kami dalam penanganan. Saat ini kami hanya memiliki tiga orang yang menangani kasus-kasus yang cukup banyak,” ujar Agus. Untuk memperkuat layanan psikologis, pihaknya berencana menjalin kerja sama lebih luas dengan perguruan tinggi, termasuk Universitas Yudharta yang memiliki program studi Psikologi.
Agus juga menginformasikan bahwa ke depan, urusan perlindungan perempuan dan anak akan dialihkan ke Dinas Sosial sebagai bagian dari restrukturisasi kelembagaan, dengan harapan penanganan menjadi lebih fokus dan terpadu.
Forum ini ditutup dengan berbagai catatan kritis dan harapan agar hasil diskusi tidak hanya menjadi wacana, tetapi ditindaklanjuti dengan langkah konkret dan kolaboratif dari seluruh elemen. Gusdurian Pasuruan berharap FGD ini menjadi titik tolak lahirnya kebijakan dan gerakan nyata dalam mengatasi darurat kekerasan seksual di Kabupaten Pasuruan. (AL/WD)