SUDUT PANDANG, DIALOGMASA.com – Beberapa waktu terakhir, publik dikejutkan oleh tayangan di salah satu stasiun televisi nasional, Trans7, yang dinilai telah merugikan citra pesantren. Tayangan tersebut menimbulkan kekecewaan mendalam, terutama di kalangan santri dan alumni, karena menyudutkan lembaga pendidikan Islam yang selama ini menjadi benteng moral bangsa.
Kami memandang bahwa apa yang dilakukan Trans7 merupakan bentuk kelalaian serius dalam praktik jurnalistik. Pemberitaan yang bersifat gegabah, tanpa konfirmasi dan verifikasi memadai, tidak hanya menyalahi kode etik, tetapi juga mengkhianati nilai dasar pers yang seharusnya menjunjung kebenaran dan keadilan.
Pesantren bukan lembaga biasa. Ia adalah bagian penting dari sejarah panjang bangsa Indonesia — tempat di mana ilmu, iman, dan akhlak dipadukan menjadi satu kesatuan yang melahirkan banyak tokoh besar dan pejuang bangsa. Ketika pesantren diberitakan secara tidak proporsional, maka yang tercoreng bukan hanya nama lembaga, tetapi juga marwah pendidikan Islam itu sendiri.
Kami meyakini bahwa kebebasan pers memang mutlak diperlukan dalam negara demokrasi. Namun, kebebasan itu harus disertai dengan tanggung jawab moral dan kesadaran sosial. Tanpa etika, kebebasan pers justru berubah menjadi alat untuk membangun stigma dan menebar prasangka.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya literasi media. Masyarakat harus belajar untuk tidak menelan mentah-mentah setiap informasi yang disajikan di televisi atau media daring. Di era banjir informasi seperti sekarang, kemampuan berpikir kritis menjadi kebutuhan mendesak agar publik tidak mudah terjebak pada framing dan opini sesat yang menyesatkan persepsi terhadap lembaga keagamaan.
Kami dari Aliansi BEM Pasuruan Raya menyerukan kepada seluruh insan media agar senantiasa berhati-hati dalam menyusun narasi, terutama yang menyangkut pesantren, lembaga keagamaan, dan nilai-nilai luhur bangsa.
Jurnalisme bukan sekadar pekerjaan menyebar informasi, melainkan amanah untuk menjaga martabat kemanusiaan.
Pesantren adalah benteng moral bangsa. Ia tidak seharusnya dijadikan bahan sensasi pemberitaan, melainkan sumber inspirasi, kebijaksanaan, dan keteladanan.
Saat media kehilangan empati terhadap pesantren, sesungguhnya yang hilang adalah ruh pencerahan dalam jurnalisme itu sendiri.
Oleh: Muhammad Qommaruddin & Nadia
Koordinator dan Sekretaris Advokasi Aliansi BEM Pasuruan Raya