ARTIKEL (dialogmasa.com) – Demokrasi sering dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang adil karena memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpinnya.
Namun, kritik terhadap demokrasi tidak sedikit. Salah satu kritik tajam datang dari pengamat politik, Lujeng Sudarto.
Lujeng mengatakan, “Demokrasi adalah cara domba memilih antara serigala, buaya, atau harimau yang kelak akan memangsanya.”
Pernyataan ini membuka ruang untuk evaluasi mendalam mengenai kualitas demokrasi di banyak negara, termasuk Indonesia.
1. Demokrasi sebagai Mekanisme Pemilihan yang Kompleks
Demokrasi secara ideal memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan siapa yang akan memimpin mereka. Namun, apakah pilihan yang disodorkan kepada rakyat benar-benar mencerminkan kepentingan mereka? Dalam banyak kasus, kandidat yang ada tidak selalu mewakili aspirasi dan harapan publik. Seperti perumpamaan Lujeng, seringkali rakyat dihadapkan pada pilihan yang terbatas, di mana setiap opsi sama-sama merugikan.
2. Oligarki dalam Demokrasi
Kritik ini juga bisa dikaitkan dengan fenomena oligarki dalam demokrasi, di mana kekuasaan dan pengaruh politik sering kali terkonsentrasi di tangan segelintir elit. Ketika demokrasi dimanipulasi oleh kelompok-kelompok berkepentingan, rakyat hanya menjadi ‘domba’ yang dipaksa memilih di antara para predator. Dalam hal ini, siapa pun yang dipilih, hasilnya tetap tidak menguntungkan bagi mereka yang sebenarnya berharap untuk perubahan yang lebih baik.
3. Kebutuhan akan Reformasi Demokrasi
Sistem demokrasi yang sehat harus mampu menciptakan kondisi di mana rakyat memiliki pilihan nyata, bukan pilihan yang semu. Reformasi dalam proses politik menjadi kebutuhan mendesak agar rakyat tidak hanya dihadapkan pada ‘srigala, buaya, atau harimau’. Partisipasi politik dengan kesadaran masyarakat yang lebih tinggi diperlukan untuk membangun demokrasi yang lebih substantif, di mana kepentingan umum benar-benar diperhatikan.
4. Tantangan bagi Pemilih dan Kelas Politik
Dalam situasi seperti ini, tantangan bagi pemilih adalah bagaimana mereka bisa menyadari bahwa mereka tidak harus memilih di antara pilihan yang buruk. Meningkatkan pendidikan politik dan kesadaran kritis masyarakat menjadi sangat penting untuk memutus siklus pemimpin yang tidak berpihak pada rakyat. Di sisi lain, para politisi dan partai politik juga dituntut untuk menawarkan program yang lebih baik, yang tidak hanya mementingkan elit tetapi juga rakyat banyak.
Pernyataan Lujeng Sudarto menyiratkan kritik tajam terhadap sistem demokrasi yang berjalan saat ini, khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Demokrasi seharusnya tidak menjadi arena di mana rakyat terjebak dalam pilihan yang tidak menguntungkan.
Untuk mewujudkan demokrasi yang sejati, diperlukan perubahan signifikan baik dalam sistem politik maupun kesadaran masyarakat agar mereka tidak lagi menjadi ‘domba’ yang dipaksa memilih di antara para predator.