Jejak Kaum Mardjiker dan Peninggalannya

Diary Warda
3 Min Read

Jejak Kaum Mardjiker dan Peninggalannya

Diary Warda
3 Min Read

SEJARAH, DIALOGMASA.com – “Mayor sedang menunggu ajalnya. Seluruh Citrap sudah tahu. Para pelayan, budak-budak lelaki perempuan berdiri di luar, bergerombol diam dalam kecemasan menunggu. Lonceng-lonceng di dalam rumah telah dimatikan semua. Dekat kolam, teratai di halaman belakang orang membuntikan gamelan. Suaranya mengalun lembut.”

Demikianlah petikan paragraf dalam novel berjudul Mayor Jantje, Cerita Tuan Tanah Batavia Abad ke-19 karya Johan Fabricius yang menggambarkan saat-saat terakhir Mayor Jantje menjelang kematiannya. Nama aslinya Augustin Michiels. Ia dijuluki Mardjiker terakhir.

Mardjiker sendiri berarti merdeka. Adakalanya kaum ini disebut juga sebagai orang Portugis hitam. Keberadaan kaum Mardjiker di Batavia diperkirakan telah ada sejak abad ke-17. Mereka berasal dari wilayah-wilayah Portugis seperti Malaka dan India yang berhasil ditaklukkan VOC. Awalnya, mereka adalah budak yang kemudian dimerdekakan setelah beralih dari Katolik ke Protestan.

Orang-orang Mardjiker berbicara dalam Bahasa Portugis. Selain itu mereka juga menggunakan nama Belanda dan Portugis. Karena menganut Kristen, kaum Mardjiker mendapatkan keistimewaan dengan diperbolehkan untuk berpakaian seperti orang Eropa.

Salah satu orang Mardjiker paling populer yang tercatat sejarah adalah Mayor Jantje yang hidup pada abad 19. Ia seorang tuan tanah kaya raya. Sumber kekayaannya terutama berasal dari sarang burung yang berada di Klapanunggal dan Cileungsi. Dengan kekayaannya, sang mayor yang tinggal di Citrap seringkali menjamu para tamunya dengan pesta mewah dan pertunjukan musik yang kelak menjadi cikal-bakal tanjidor.

Jejak kaum Mardjiker tidak hanya ada pada sosok Mayor Jantje dan tanjidor, jejak komunitas Mardjiker di Batavia juga bisa ditemui di Kampung Tugu, permukiman Mardjiker, yang melahirkan musik keroncong.

Seiring waktu, eksistensi kaum Mardjiker perlahan menghilang. Pada tahun 1797, VOC mengurangi jumlah kompi milisi Mardjiker. Selain itu pelayanan gereja yang menggunakan Bahasa Portugis juga dihapus seiring wafatnya pendeta Gereja Sion karena tak ada penggantinya. Pasca kematian Mayor Jantje pada 1883 yang menjabat Kapten Mardjiker, posisi ini kemudian dihilangkan. Hilangnya komunitas ini juga karena adanya proses asimilasi, orang-orang Mardjiker memeluk agama Islam.

Referensi
Blackburn, Susan. (2011). Jakarta Sejarah 400 Tahun. Jakarta: Masup Jakarta.
Niemeijer. Hendrik E. (2012). Batavia Masyarakat Kolonaial Abad XVII. Jakarta: Masup Jakarta.
Taylor

Leave a Comment
error: Content is protected !!
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×