PASURUAN, DIALOGMASA.com – Seorang warga Dusun Asem Sepuluh, Desa Wates, Lekok, Kabupaten Pasuruan, Mbok Sayati mengalami luka akibat peluru nyasar saat beraktivitas di kebun pada Selasa (27/05/2025).
Aktivis Pasuruan, Maulana Sholehodin, menanggapi peristiwa ini dengan menegaskan pentingnya membedakan antara persoalan sengketa tanah dan dugaan tindak pidana.
“Iya, ini problem lama. Pisahkan antara sengketa tanah dan peristiwa dugaan pidana,” ujar Maulana kepada Dialog Masa, Rabu (28/05).
Ia menilai, pemerintah pusat seharusnya mengambil langkah bijak dengan mengutamakan pendekatan dialog kepada rakyat. “Apa salahnya mengalah pada rakyat sendiri? Negara tidak rugi. Mereka adalah rakyat yang wajib dilindungi,” imbuhnya.
Maulana juga menyoroti aspek hukum dari insiden ini. Menurutnya, dugaan pidana peluru nyasar, apalagi jika ada indikasi kesengajaan, harus dibuktikan melalui proses hukum yang adil dan terbuka.
“Perlu pembuktian: apakah ini peluru nyasar atau kesengajaan. Proses hukum harus dijalankan,” tegasnya.
Maulana mengingatkan kembali pada kejadian serupa di tahun 2007 yang menelan korban jiwa dari pihak warga, dan kala itu pelaku telah diproses secara hukum. Namun menurutnya, baik warga maupun aparat sebenarnya adalah korban dari kebijakan pusat.
“Secara pribadi, mereka (tentara dan warga) tidak punya dendam atau masalah. Mereka bermusuhan karena kebijakan dari Jakarta,” ujar Maulana. “Saya berharap pemerintah pusat mau mengalah dan duduk berunding dengan rakyatnya sendiri.”
Untuk itu, ia menyarankan pemerintah daerah agar ikut berperan aktif dalam penyelesaian masalah ini. Di antaranya dengan:
- Membantu proses komunikasi dan pendekatan dengan warga.
- Memberi akses bagi warga dalam proses pembangunan.
- Memfasilitasi dialog antara warga dan pemerintah pusat.
- Memantau jalannya proses hukum jika terdapat unsur tindak pidana.
Sementara itu, wakil Bupati Pasuruan yang diminta tanggapannya melalui pesan WhatsApp belum memberikan jawaban. (AL/WD)