ARTIKEL (dialogmasa.com) – Pada Sabtu, 9 November, Abdullah Assegaf, M.Hub.Int., dosen Universitas Brawijaya Malang, menghadiri konferensi internasional bertema perjuangan Sayyid Hasan Nasrullah dalam pembebasan Palestina.
Acara ini diadakan atas undangan Kedutaan Besar Iran di Indonesia dan berlangsung dari pukul 08.00 hingga 16.00. Turut hadir otoritas pemerintahan Iran, termasuk anggota DPR, Menteri Kebudayaan, serta perwakilan ulama-ulama dari negara tersebut. Para delegasi dari berbagai negara juga menyampaikan pandangan mereka terkait tokoh besar ini.
Dalam penyampaiannya, Abdullah Assegaf menyoroti perjuangan Palestina yang bermula dari penjajahan Israel sejak pembentukannya pada 1948. Keberadaan Israel di wilayah tersebut ditandai dengan perampasan hak-hak bangsa Palestina. Tidak hanya itu, agresi Israel meluas hingga mencaplok wilayah Lebanon selatan. Situasi ini memicu perlawanan pada dekade 1950-1960-an, yang berpuncak pada pembentukan Hizbullah pada 1982 oleh Sayid Abbas Musawi. Salah satu tokoh penting dalam organisasi ini adalah Sayyid Hasan Nasrullah, yang kemudian menjadi Sekretaris Jenderal Hizbullah pada 1994.
Hizbullah hadir sebagai respons terhadap agresi Israel di wilayah Palestina dan Lebanon. Dengan pendekatan yang menggabungkan ilmu, amal, dan perlawanan, Hizbullah menjadi salah satu organisasi perlawanan terkuat di dunia. Hal ini terlihat dari keberhasilannya mengusir pasukan Israel pada beberapa perang besar, termasuk pada tahun 2000, perang Juli 2006, hingga Oktober 2024, ketika Hizbullah berhasil mempertahankan Lebanon dari serangan Israel.
Sayyid Hasan Nasrullah tidak hanya dikenal sebagai pemimpin perlawanan, tetapi juga sebagai tokoh patriotik yang menginspirasi generasi muda Lebanon. Ia menjadi simbol perjuangan untuk mempertahankan kedaulatan tanah air agar tidak mengalami nasib serupa dengan Gaza yang terus berada di bawah penjajahan.
Peran Iran dalam Perjuangan Palestina
Abdullah Assegaf juga menyoroti peran besar Iran dalam mendukung perjuangan Palestina. Ia menjelaskan bahwa sebelum Revolusi Islam 1979, Iran merupakan negara sekuler di bawah kepemimpinan Shah Pahlevi, yang memiliki hubungan dekat dengan Israel. Bahkan, proyek nuklir pertama di Iran melibatkan kerja sama dengan Amerika Serikat dan Israel. Namun, revolusi yang dipimpin oleh Ayatollah Ruhollah Khomeini mengubah Iran menjadi negara berkonstitusi Islam dengan ciri khas mazhab Syiah.
Pasca revolusi, Iran menegaskan dukungannya terhadap Palestina. Kedutaan Israel di Iran diubah menjadi Kedutaan Palestina, dan pembelaan terhadap Palestina dimasukkan ke dalam konstitusi Iran. Dalam pandangan mazhab Syiah, agama hadir untuk menegakkan keadilan dan melawan kezaliman, sehingga pembelaan terhadap Palestina menjadi kewajiban negara.
Dukungan Iran terhadap Palestina tidak hanya berupa pernyataan politik, tetapi juga bantuan nyata. Tokoh-tokoh Palestina seperti Yasser Arafat hingga Ismail Haniyah, pemimpin Hamas, mengakui kontribusi besar Iran dalam perjuangan melawan Israel. Bantuan tersebut mencakup berbagai aspek, termasuk dukungan logistik dan militer, yang memungkinkan Palestina terus melawan agresi Israel.
Abdullah Assegaf menutup pandangannya dengan menekankan bahwa perjuangan Sayyid Hasan Nasrullah dan dukungan Iran merupakan simbol solidaritas global dalam melawan penjajahan dan menegakkan keadilan, khususnya bagi rakyat Palestina.