Puasa bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga memiliki manfaat luar biasa bagi kesehatan. Salah satu manfaat ilmiah yang telah terbukti adalah proses autofagi (autophagy).
Seperti dijelaskan dalam situs AloDokter, autofagi adalah proses alami tubuh untuk membuang sel-sel yang rusak, sel pra-kanker, dan sel penuaan, sekaligus menggantinya dengan sel-sel baru yang sehat. Proses ini meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan racun penyebab penyakit serta menjaga fungsi organ tetap optimal.
Yoshinori Ohsumi, penerima Nobel Kedokteran 2016, mengungkapkan bahwa ketika tubuh lapar, ia mulai “memakan” sel-sel yang tidak lagi berfungsi dengan baik. Dengan kata lain, tubuh memiliki mekanisme alami untuk membersihkan dirinya sendiri.
Situs Halodoc juga menjelaskan bahwa puasa adalah cara paling efektif untuk memicu autofagi. Ketika tubuh tidak mendapat asupan makanan dalam jangka waktu tertentu, sel-sel bekerja di bawah tekanan dan mulai mendaur ulang bagian-bagian yang rusak agar bisa tetap berfungsi dengan baik.
Tuntunan Agama: Kewajiban atau Kebutuhan?
Sering kali, ajaran agama dipandang sebagai sekadar kewajiban yang harus ditaati. Namun, jika ditelaah lebih dalam, agama sebenarnya adalah kebutuhan manusia. Banyak tuntunan agama yang sejatinya merupakan panduan untuk menjalani hidup yang lebih baik, meskipun manusia sering kali tidak menyadarinya.
Kitab suci disebut sebagai hidayah, yang dalam bahasa Indonesia berarti petunjuk. Artinya, agama memberi manusia petunjuk untuk hal-hal yang mereka belum pahami demi kebaikan mereka sendiri. Ketidaktaatan seseorang terhadap ajaran agama sering kali bukanlah bentuk pembangkangan, melainkan ketidaktahuan. Mereka tidak menyadari bahwa ibadah yang dianjurkan sebenarnya membawa manfaat besar bagi diri mereka sendiri.
Contoh sederhana adalah kebiasaan mandi. Tidak ada orang yang rela tidak mandi selama berbulan-bulan karena mereka sadar tubuh akan menjadi kotor dan tidak nyaman. Seandainya seseorang memahami bahwa ibadah, termasuk puasa, memiliki manfaat besar bagi kesehatan dan kehidupan mereka, maka tidak akan ada keraguan atau rasa malas untuk menjalankannya.
Fenomena Ketidaksadaran dalam Berpuasa
Di bulan Ramadan, kita sering menjumpai orang-orang yang tidak berpuasa tanpa alasan yang jelas. Mereka bukan orang yang sedang sakit atau memiliki halangan syar’i, melainkan orang-orang yang secara fisik sehat dan kuat. Jika ditanya alasan mereka tidak berpuasa, jawabannya sering kali samar atau bahkan tidak berdasar.
Padahal, tanpa mereka sadari, tubuh mereka membutuhkan puasa. Ini bukan sekadar anjuran agama, tetapi juga kebutuhan biologis. Tidak berpuasa berarti melewatkan manfaat besar bagi tubuh, sama seperti seseorang yang sengaja tidak mandi selama berbulan-bulan. Jika ketidaktahuan ini terus dibiarkan, maka mereka justru merugikan diri sendiri.
Dalam istilah keagamaan, kata “sesat” sering kali digunakan untuk orang yang berpikir atau berprilaku berbeda dari kebanyakan. Namun, kesesatan yang sesungguhnya adalah ketika seseorang tahu bahwa suatu tindakan merugikan dirinya sendiri, tetapi tetap melakukannya. Bahkan lebih parah jika ia sama sekali tidak menyadari bahwa tindakannya merusak dirinya sendiri.
Puasa menjaga kesehatan. Maka, mereka yang tidak berpuasa sebenarnya sedang mengabaikan kesehatan mereka sendiri. Jika kita menggunakan istilah yang lebih ekstrem, tindakan ini bisa diibaratkan sebagai bunuh diri perlahan-lahan.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata:
“Manusia itu tidur, dan baru tersadar ketika mati.”
Artinya, banyak orang hidup dalam ketidaksadaran, tanpa menyadari dampak dari setiap pilihan yang mereka ambil. Oleh karena itu, meningkatkan pemahaman dan literasi menjadi sangat penting. Dengan membaca dan belajar, kita bisa memahami bahwa banyak ajaran agama sebenarnya adalah solusi bagi kehidupan di dunia dan akhirat.
Puasa bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga anugerah yang menyehatkan tubuh. Maka, mari kita menjalankan puasa dengan penuh kesadaran, bukan hanya karena kewajiban, tetapi karena kita memahami manfaatnya bagi diri kita sendiri.
Oleh: Mas Ali