PASURUAN (dialogmasa.com) — Rencana pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang akan menyiapkan 1.000 rumah subsidi bagi wartawan mendapat beragam tanggapan dari publik dan aktivis masyarakat sipil.

Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (Pus@ka), Lujeng Sudarto, mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak menjadi bentuk kooptasi terhadap independensi pers.

“Pemberian subsidi perumahan kepada wartawan itu apakah tidak berlaku adagium: tidak ada makan siang gratis? Jangan sampai pemberian fasilitas tersebut memiliki motif untuk mengkooptasi tugas-tugas jurnalisme wartawan,” ujarnya kepada media, Kamis (10/4).

Menurutnya, yang dibutuhkan insan pers bukanlah fasilitas atau insentif, melainkan jaminan kebebasan dalam menjalankan tugas jurnalistik. “Pemerintah cukup memberikan ruang jurnalisme yang terbuka, tidak ada intervensi, tidak ada intimidasi, tidak ada teror, dan memberikan kebijakan-kebijakan yang demokratis terhadap kehidupan pers yang lebih kritis-transformatif. Saya kira itu lebih dari cukup daripada pemberian fasilitas atau insentif-insentif lainnya,” tegasnya.

Sementara itu, seorang warga, Kusnadi, memberikan pandangan dari sisi manfaat kebijakan. Ia menilai, subsidi rumah bisa relevan jika ditujukan kepada wartawan yang memang berada dalam kondisi ekonomi kurang memadai.

“Yang saya baca, subsidi itu artinya bantuan yang diberikan oleh pemerintah dengan berbagai bentuk untuk membantu masyarakat tertentu,” kata Kusnadi.

“Maka jika ada wartawan dengan gaji di bawah standar Dewan Pers, logikanya lebih layak mendapatkan bantuan dibanding mereka yang kerja di perusahaan terverifikasi Dewan Pers yang sudah memiliki kecukupan keuangan,” lanjutnya.

Tentang program ini kementerian terkait sudah berkomunikasi dengan Om DJ juga dewan pers, untuk kemudian disiapkan dan dijalankan. (AL/WD)